50 Kota Prioritas, Seimbangkan Pembangunan Jawa dan Non-Jawa

Visi Indonesia Emas 2045 dan Ancaman Krisis Perkotaan

JAKARTA – Dalam menghadapi visi Indonesia emas pada tahun 2045, tantangan besar yang dihadapi adalah peningkatan jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan. Data menunjukkan bahwa sebanyak 72 persen penduduk akan berada di kawasan perkotaan.

Tanpa perencanaan yang matang, masa depan kota-kota Indonesia bisa berujung pada kemacetan, kepadatan, dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar.

Untuk mencegah terjadinya krisis perkotaan, pemerintah telah meluncurkan program ambisius bernama 50 Kota Prioritas Pembangunan 2025–2029. Program ini dirancang untuk menyeimbangkan pertumbuhan antara Jawa dan luar Jawa, dengan syarat utama yaitu layanan transportasi umum yang optimal dan berkelanjutan.

Program ini memerlukan sinergi antara tiga kementerian utama: Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hal ini disampaikan oleh Akademisi Teknik Sipil dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno.

Strategi 50 Kota: Menggeser Pusat Pertumbuhan

Program 50 Kota Prioritas tidak hanya fokus pada kota-kota besar, tetapi juga dibagi menjadi tiga kategori strategis. Berikut rinciannya:

  • 10 kawasan metropolitan utama
  • 4 kota metropolitan usulan baru
  • 36 kota non-metropolitan yang fokus pada pengembangan industri, pariwisata, perdagangan, dan pendidikan.

Saat ini, hanya 17 kota (34 persen) yang memiliki layanan transportasi umum modern. Sisanya, terutama kota non-metropolitan di luar Jawa seperti Morowali, Labuan Bajo, dan Sorong, membutuhkan dukungan besar dari Kemenhub dan Kemendagri.

Berikut beberapa kota prioritas yang sudah memiliki transportasi umum modern:

  • Medan: Trans Metro Deli dan KRD Sri Lelawangsa
  • Palembang: LRT Sumatera Selatan
  • Surabaya: Trans Semanggi dan Commuter Line Jenggala
  • Yogyakarta & Surakarta: Trans Jogja, Batik Solo Trans, dan Commuter Line Jogja – Solo

Transportasi Umum: Solusi Tiga Dimensi

Pembangunan transportasi umum yang terpadu di 50 kota ini bukan sekadar masalah mobilitas. Manfaatnya mencakup tiga dimensi penting dalam pembangunan berkelanjutan:

1. Manfaat Ekonomi dan Pemerataan

Transportasi umum yang efisien di luar Jawa dapat mendorong pusat pertumbuhan baru, mengurangi sentralisasi ekonomi di Jawa. Kota dengan sistem transportasi andal akan memiliki daya saing yang lebih tinggi, menarik investasi, dan mendukung sektor spesifik seperti industri di Batang atau pariwisata di Labuan Bajo.

2. Manfaat Sosial dan Kualitas Hidup

Layanan publik ini menjamin akses dan inklusivitas bagi semua lapisan masyarakat ke layanan esensial. Dengan menyediakan alternatif nyaman, transportasi umum efektif mengurangi kemacetan, yang secara langsung meningkatkan kualitas hidup dan efisiensi waktu warga.

3. Manfaat Lingkungan dan Keberlanjutan

Memanfaatkan moda transportasi rendah emisi seperti Commuter Line dan LRT, kota-kota ini akan mengurangi jejak karbon, mendukung transisi energi bersih, dan menurunkan polusi udara, sehingga menjaga kesehatan masyarakat yang lebih baik.

Ancaman Mangkrak Akibat Lemahnya Sinergi Tiga Kementerian

Djoko menekankan bahwa semua manfaat tersebut bisa hilang jika sinergi antara Kementerian PU, Kemenhub, dan Kemendagri tidak kuat. Kelemahan kolaborasi ini berisiko menciptakan tiga persoalan fatal:

  • Pertama, pembangunan fisik (terminal, depo) oleh Kementerian PU mungkin selesai, tetapi tidak ada anggaran operasional (di bawah Kemenhub/Pemda), membuat fasilitas megah itu mangkrak.
  • Kedua, perencanaan rute transportasi umum (Kemenhub) tidak selaras dengan pembangunan jalan dan zonasi kota (Kementerian PU/Kemendagri), menyebabkan layanan tidak menjangkau area-area baru yang padat.
  • Ketiga, proyek hanya berjalan selama masa subsidi Kemenhub. Setelah subsidi dicabut, Pemda tidak memiliki kerangka hukum atau anggaran (di bawah pembinaan Kemendagri) untuk melanjutkan operasional, menyebabkan layanan transportasi publik kembali mati suri.

Solusi dan Harapan Masa Depan

Menurut Djoko, solusi yang diperlukan adalah “melebur” kolaborasi tiga kementerian ini dalam satu payung perencanaan terpadu, misalnya melalui pembentukan Tim Kerja Nasional khusus 50 Kota Prioritas.

Investasi dalam transportasi umum di 50 kota ini adalah janji konkret untuk mewujudkan kota-kota yang kuat secara ekonomi, inklusif secara sosial, dan lestari secara lingkungan.

Dengan sinergi yang kuat antara sektor konstruksi, transportasi, dan administrasi daerah, Indonesia dapat menghindari krisis perkotaan 2045 dan mencapai visi pembangunan yang seimbang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *