ATR/BPN Umumkan Temuan Terbaru Sengketa Lahan Jusuf Kalla vs GMTD di Makassar

Penyelesaian Sengketa Lahan yang Melibatkan PT Hadji Kalla dan PT GMTD

JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah mengungkap penemuan terbaru terkait sengketa lahan seluas 16,4 hektare yang melibatkan dua perusahaan besar, yaitu PT Hadji Kalla dan PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk. (GMTD).

Sengketa ini diketahui telah berlangsung sejak tahun 1990-an dan kini mulai terungkap karena upaya pemerintah dalam menata ulang sistem pertanahan.

Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menjelaskan bahwa tumpang tindih hak antara kedua entitas tersebut sudah terjadi sejak lama. Menurutnya, kasus ini merupakan hasil dari masa lalu yang kini terungkap karena adanya perbaikan dan penataan sistem pertanahan agar lebih transparan dan teratur.

Nusron menyampaikan bahwa berdasarkan hasil penelusuran Kementerian ATR/BPN, lahan yang menjadi objek sengketa memiliki dua dasar hak yang berbeda.

Pertama, terdapat sertifikat hak guna bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Makassar pada 8 Juli 1996 dan berlaku hingga 24 September 2036.

Kedua, di atas lahan yang sama juga terdapat hak pengelolaan (HPL) atas nama PT GMTD yang berasal dari kebijakan Pemerintah Daerah Gowa dan Makassar sejak tahun 1990-an.

Selain itu, sengketa ini juga berkaitan dengan gugatan dari Mulyono serta putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Makassar dalam perkara antara GMTD melawan Manyombalang Dg. Solong, di mana GMTD dinyatakan sebagai pihak yang menang.

Meski demikian, Nusron menegaskan bahwa putusan tersebut hanya berlaku bagi para pihak yang terlibat dalam persidangan dan ahli warisnya, bukan secara otomatis berlaku untuk pihak lain di lokasi yang sama.

Menurut Nusron, fakta hukum menunjukkan bahwa di lahan tersebut terdapat beberapa dasar hak dan subjek hukum yang berbeda. Oleh karena itu, penyelesaiannya harus dilakukan berdasarkan data dan proses administrasi yang cermat, bukan dengan menggeneralisasi satu putusan.

Ia menekankan bahwa penyelesaian sengketa ini harus dilakukan secara objektif dan berdasarkan prinsip hukum yang jelas.

Nusron juga menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN tidak berpihak kepada siapa pun, baik itu PT Hadji Kalla, PT GMTD, Mulyono, maupun Manyombalang Dg. Solong.

Fokus utama kementerian adalah pada penertiban administrasi dan kepastian hukum pertanahan. Prinsip netralitas dan keterbukaan informasi menjadi landasan utama dalam setiap langkah yang diambil.

“Kami berdiri di atas hukum, bukan di atas kepentingan siapa pun. Fokus kami membenahi sistem agar ke depan setiap hak atas tanah berdiri di atas kepastian hukum,” ujar Nusron.

Dengan upaya penataan sistem pertanahan yang lebih transparan dan terstruktur, diharapkan dapat mencegah terulangnya sengketa serupa di masa mendatang.

Selain itu, langkah-langkah yang dilakukan juga bertujuan untuk memastikan bahwa setiap pemilik hak atas tanah memiliki perlindungan hukum yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *