Kinerja Industri Pengolahan Nikel di Sulawesi Selatan Terancam
SULSEL – Ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) menghadapi tantangan signifikan pada kuartal III/2025. Hal ini dipicu oleh pelemahan industri pengolahan nikel, yang menjadi salah satu sektor utama dalam perekonomian daerah tersebut. Perusahaan smelter nikel PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI) yang menghentikan operasionalnya sejak pertengahan Juli 2025, diperkirakan memberikan dampak besar terhadap kinerja ekonomi wilayah ini.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Sulsel, Rizki Ernadi Wimanda, menyampaikan bahwa ketidakstabilan produksi dapat memengaruhi kinerja industri secara keseluruhan. Ia menjelaskan bahwa perusahaan yang berhenti beroperasi dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
“Jika industri pengolahan tidak berproduksi, maka performanya akan menurun. Dengan adanya penutupan smelter nikel di Sulsel, kami memprediksi kinerja industri pengolahan akan turun pada kuartal tiga,” ujarnya.
Penyebab Pelemahan Harga dan Permintaan Nikel
Menurut Rizki, kondisi pasar nikel global saat ini sedang mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain oversupply, perlambatan ekonomi Tiongkok, dan pergeseran pola konsumsi ke baterai berbahan litium. Akibatnya, ekspor nikel dari Sulsel juga mengalami penurunan, margin usaha semakin tertekan, serta sejumlah perusahaan smelter menghentikan operasinya.
Data dari International Nickel Study Group (INSG) menunjukkan bahwa surplus pasokan nikel global telah meningkat sejak 2021 dan diperkirakan akan terus berlanjut hingga 2025. Pada tahun 2023, produksi nikel primer mencapai 3,363 juta ton, naik menjadi 3,526 juta ton pada 2024, dan diproyeksikan mencapai 3,735 juta ton pada 2025.
Surplus pasar nikel tercatat sebesar 170.000 ton pada 2023, meningkat menjadi 179.000 ton pada 2024, dan diperkirakan mencapai 198.000 ton pada 2025. Sementara itu, permintaan nikel cenderung termoderasi. Permintaan baja tahan karat di Tiongkok melemah akibat perlambatan ekonomi negara tersebut. Di sisi lain, permintaan untuk baterai berbasis nikel juga menurun karena dominasi baterai litium.
Dampak pada Ekspor Nikel Sulsel
Harga nikel global pada Juni 2025 mengalami kontraksi hingga 14,26% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Akibatnya, ekspor nikel Sulsel mengalami penurunan sejak awal 2023. Pada kuartal II/2025 saja, nilai ekspor wilayah ini terkontraksi hingga 12,42% secara tahunan.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa tekanan ekonomi di Sulsel akan terus berlangsung jika tidak ada langkah strategis untuk mengatasi masalah pasokan dan permintaan nikel. Para pelaku bisnis dan pemerintah setempat harus segera merancang kebijakan yang mampu menstabilkan sektor industri pengolahan nikel agar tetap bertahan di tengah tantangan global.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pasar Nikel
Beberapa faktor utama yang memengaruhi kondisi pasar nikel adalah:
- Oversupply: Produksi nikel global terus meningkat, sehingga menimbulkan surplus yang memengaruhi harga.
- Perlambatan Ekonomi Tiongkok: Turunnya permintaan baja tahan karat akibat pertumbuhan ekonomi yang melambat.
- Perubahan Teknologi: Dominasi baterai litium mengurangi permintaan nikel dalam industri baterai.
- Harga Global yang Menurun: Harga nikel global mengalami penurunan signifikan, memengaruhi pendapatan ekspor.
Dengan kondisi ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga keuangan untuk mencari solusi yang mampu mengurangi tekanan pada sektor industri pengolahan nikel di Sulsel.












