Jabar  

Dedi Mulyadi Tanggapi Kasus Siswa Keracunan MBG, 3 Hal Penting Perlu Dievaluasi

Gubernur Jawa Barat Tanggapi Tingginya Angka Keracunan dari Program Makan Bergizi Gratis

BANDUNG – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan respons terhadap peningkatan jumlah kasus keracunan akibat konsumsi menu makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di wilayahnya.

Data menunjukkan bahwa Jawa Barat menjadi provinsi dengan angka kasus keracunan tertinggi di Indonesia, mencatat total 2.012 kasus. Angka ini hampir mencapai 40 persen dari total kasus nasional yang dilaporkan oleh berbagai lembaga terkait.

Beberapa lembaga seperti Kementerian Kesehatan RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Badan Gizi Nasional (BGN) melaporkan data terkini mengenai jumlah kasus keracunan MBG sejak program ini berjalan pada Januari 2025. Berikut rincian data yang diperoleh:

  • Kementerian Kesehatan RI: Hingga Selasa, 16 September 2025, tercatat ada 60 kasus dengan 5.207 penderita.
  • Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM): Hingga Rabu, 10 September 2025, terdapat 55 kasus dengan 5.320 penderita.
  • Badan Gizi Nasional (BGN): Hingga Rabu, 17 September 2025, tercatat 46 kasus keracunan dengan jumlah penderita 5.080.

Terbaru, pada pekan keempat September 2025, kasus keracunan kembali terjadi di beberapa kabupaten di Jawa Barat. Di Kabupaten Bandung Barat, terjadi keracunan massal antara Senin hingga Kamis, dengan total korban mencapai 1.315 orang.

Sementara itu, di Kabupaten Sukabumi, lima siswa dilaporkan mengalami keracunan pada Rabu, 24 September 2025. Sebelumnya, di Kabupaten Garut, 150 siswa juga terkena dampak keracunan.

Menanggapi situasi ini, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa ia belum mempertimbangkan kelanjutan pelaksanaan program MBG.

Ia akan melakukan diskusi terlebih dahulu dengan kepala perwakilan Badan Gizi Nasional (BGN) Jawa Barat, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program tersebut.

Dedi menjelaskan bahwa pertemuan akan dilakukan pada hari Senin, untuk melihat komitmen dari pihak BGN. Setelah itu, pemerintah provinsi akan mengambil keputusan apakah program MBG akan dihentikan sementara atau tetap berlanjut.

Ia juga menyampaikan rencana evaluasi menyeluruh terhadap tiga aspek utama, yaitu dapur, jenis bahan makanan, serta waktu pengiriman makanan ke sekolah. Dedi menilai bahwa jarak antara dapur dan sekolah serta durasi proses memasak hingga disajikan bisa memengaruhi kualitas dan keselamatan makanan.

“Nanti saya meminta evaluasi dapurnya. Dapurnya higienis atau tidak atau bahasa akademiknya audit,” ujar Dedi. Ia menambahkan bahwa jika makanan dimasak pada jam 12 malam dan diantar ke siswa pada jam 12 siang, maka waktu penyimpanan terlalu lama.

Dedi juga menyoroti pentingnya mendekatkan dapur dengan sekolah serta mengurangi jumlah penerima manfaat agar tidak terlalu banyak. Menurutnya, mengelola ribuan porsi setiap hari dengan jarak tempuh yang jauh merupakan tantangan besar.

Selain itu, Dedi menekankan perlunya antisipasi terhadap risiko keracunan agar tidak terulang dan peserta didik tidak mengalami trauma.

Ia berharap, penanggung jawab MBG dapat mengurus segala aspek teknis secara lebih baik. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap program ini dapat dipertahankan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *