Dipaksa Trump untuk Mengundurkan Diri, CEO Intel Berbicara

AMERIKA – CEO Intel, Lip-Bu Tan, akhirnya bersuara setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara terbuka menyerukan agar dia mundur dari jabatannya.

Sebelumnya, Trump meminta Tan mundur karena dicurigai memiliki keterkaitan dengan Tiongkok.

Tan juga menegaskan dirinya tidak memiliki rencana untuk mengundurkan diri dan akan terus memimpin Intel menuju inovasi lainnya ke depannya.

Ini diungkapkan melalui surat terbuka berjudul “My commitment to you and our company” yang ditujukan kepada karyawan Intel dan diunggah di halaman Intel Newsroom, baru-baru ini.

Dalam pos yang sama, bos Intel yang menjabat sejak Maret 2025 ini juga membantah tuduhan bahwa dirinya memiliki konflik kepentingan dengan Tiongkok.

“Amerika Serikat telah menjadi rumah saya selama lebih dari 40 tahun. Saya mencintai negara ini dan sangat berterima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya,” kata Tan dalam suratnya.

Tan mengatakan ada banyak informasi yang salah beredar terkait perannya di Walden International dan Cadence Design Systems.

“Saya ingin sangat jelas, saya selalu menjalankan pekerjaan saya dengan standar hukum dan etika tertinggi,” tulis Tan.

Tan menegaskan bahwa saat ini pihaknya sedang berkomunikasi dengan pemerintahan Trump untuk memberikan penjelasan dan memastikan semua fakta disampaikan dengan benar.

“Saya sepenuhnya mendukung komitmen Presiden untuk memajukan keamanan nasional dan ekonomi Amerika Serikat,” kata Tan.

Setelah menegaskan kesetiaannya kepada Amerika Serikat, ia juga menyatakan komitmennya terhadap Intel. Tan menegaskan bahwa kepemimpinannya di Intel bukan sekadar pekerjaan, melainkan sebuah kehormatan di tengah momen penting bagi perusahaan.

Ia mengakui memiliki keterikatan emosional dengan Intel dan melihat peran perusahaan sebagai pilar penting bagi industri teknologi global.

Menurutnya, keberhasilan Intel tidak hanya berdampak pada perkembangan inovasi, tetapi juga berkontribusi pada kepemimpinan teknologi dan manufaktur Amerika Serikat, keamanan nasional, serta kekuatan ekonomi negara tersebut.

“Memimpin Intel di momen krusial ini adalah puncak karier saya. Keberhasilan Intel sangat penting bagi kepemimpinan teknologi dan manufaktur AS, keamanan nasional, dan kekuatan ekonomi,” tulis Tan.

“Inilah yang memotivasi saya setiap hari untuk membangun masa depan yang lebih kuat,” lanjut Tan.

Tan menutup surat ini dengan menyebut bahwa dewan direksi Intel tetap memberikan dukungan penuh kepadanya.

“Dewan sepenuhnya mendukung pekerjaan yang kami lakukan untuk mentransformasi perusahaan, berinovasi untuk pelanggan, dan menjalankan strategi dengan disiplin, dan kami membuat kemajuan,” kata Tan.

Isi lengkap surat Lip-Bu Tan kepada karyawan Intel dapat dibacadi siniatau melalui gambar di bawah.

Trump meminta CEO Intel mundur

Panggilan agar Tan mundur disampaikan Trump melalui akun Truth Social miliknya.

Dalam unggahannya, Trump menyebut CEO Intel tersebut “sangat bermasalah” dan harus segera mundur.

“CEO Intel sangat CONFLICTED dan harus mundur, segera. Tidak ada solusi lain untuk masalah ini,” tulis Trump.

Kontroversi ini bermula dari riwayat karier Tan sebelum memimpin Intel.

Sebelumnya, pria kelahiran tahun 1959 asal Malaysia ini menjabat sebagai CEO Cadence Design Systems, perusahaan desain chip yang baru-baru ini mengakui kesalahannya dalam kasus Departemen Kehakiman AS terkait penjualan produk ke universitas militer Tiongkok.

PenyelidikanReutersAwal tahun ini juga mengungkap bahwa Tan, melalui perusahaan modal venturenya Walden International, pernah berinvestasi di ratusan perusahaan teknologi Tiongkok, termasuk setidaknya delapan yang memiliki kaitan dengan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).

PLA adalah angkatan bersenjata resmi Republik Rakyat Tiongkok dan sayap militer dari Partai Komunis Tiongkok.

Temuan ini membuat sejumlah senator Partai Republik meragukan kelayakan Tan sebagai pemimpin Intel dan mendorong dewan direksi untuk mempertimbangkan kepemimpinan baru.

Senator Tom Cotton, seorang sekutu politik Trump, menulis surat kepada dewan Intel yang menyoroti keterkaitan Tan dengan perusahaan-perusahaan Tiongkok dan potensi risiko terhadap keamanan AS.

Isu hubungan dengan Tiongkok ini semakin sensitif karena Intel menerima hampir 8 miliar dolar AS (sekitar Rp 128 triliun) dari program CHIPS Act.

Mengenai Undang-Undang CHIPS, ini adalah singkatan dari Creating Helpful Incentives to Produce Semiconductors.

Itu adalah undang-undang di Amerika Serikat yang disahkan pada tahun 2022 untuk mendorong produksi chip semikonduktor dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan daya saing industri teknologi AS.

Undang-Undang CHIPS memberikan insentif berupa bantuan keuangan dan pengurangan pajak bagi perusahaan yang membangun atau memperluas fasilitas manufaktur chip di Amerika Serikat.

Dalam kasus Intel, mereka menerima hampir sekitar Rp 128 triliun dari program ini, sehingga isu keamanan nasional menjadi sensitif jika CEO-nya dicurigai memiliki hubungan dekat dengan perusahaan atau pemerintah Tiongkok.

Cotton juga mempertanyakan apakah Intel memaksa Tan untuk menjual investasinya di produsen chip yang terkait dengan Partai Komunis Tiongkok, sebagaimana dikumpulkanKompasTeknodari9to5Mac, Minggu (10/8/2025).

Bisnis Intel dan kehadiran Lip-Bu Tan

Intel sebenarnya merupakan salah satu perusahaan global yang mampu mendominasi bisnis di Silicon Valley, khususnya di bidang manufaktur chip.

Namun, Intel kehilangan popularitas dan kekuatan pasarnya akibat persaingan pengembangan chip yang semakin ketat, salah satunya dengan perusahaan semikonduktor TSMC (Taiwan Semiconductor Manufacturing Company).

Intel bahkan tidak terlibat dalam bisnis chip AI (Artificial Intelligence). Bisnis ini justru didominasi oleh Nvidia yang kini bersaing ketat dengan AMD.

Reutersmelaporkan bahwa saham Intel hampir stagnan sepanjang tahun 2025, setelah turun drastis lebih dari 60 persen pada tahun lalu.

Nilai pasarnya juga mengalami penurunan sebesar di bawah 100 miliar dolar AS, sementara valuasi Nvidia kini mencapai 4 triliun dolar AS sebagai perusahaan paling bernilai di dunia.

Kemudian, pada akhir 2024, Intel menurunkan jabatan CEO sebelumnya, yaitu Pat Gelsinger. Pemecatan itu dilakukan karena Intel disebut gagal memenuhi ambisinya dalam mengembangkan manufaktur dan teknologi AI.

Kegagalan tersebut juga menjadi penyebab batalnya kontrak karena pengeluarannya melebihi ekspektasi perusahaan.

Untuk menghidupkan perusahaan, dewan direksi menunjuk mantan anggota dewan, Tan sebagai CEO.

Tidak diandalkan untuk kemampuannya membangkitkan perusahaan karena jejak kariernya sebagai investor lama di perusahaan teknologi.

Pria dengan gelar di bidang sains, teknik nuklir, dan administrasi bisnis ini secara resmi mengambil alih jabatan CEO Intel pada Maret 2025 dan fokus pada efisiensi.

Upaya-upaya yang dilakukan mencakup pemutusan hubungan kerja ribuan karyawan, membatalkan rencana pembangunan pabrik baru, hingga menjual anak perusahaan non-inti untuk mengembalikan fokus Intel pada rekayasa chip.