Penjelasan Wakil Ketua Komisi II DPR RI tentang Proses Pemberhentian Kepala Daerah
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, menegaskan bahwa proses pemberhentian kepala daerah tidak boleh dilakukan secara sepihak atau berdasarkan kepentingan politik tertentu.
Ia menekankan bahwa aturan mengenai pemberhentian kepala daerah telah diatur secara rinci dalam Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Pemberhentian kepala daerah itu sama dengan pengangkatannya, semuanya sudah ada mekanisme yang diatur dalam undang-undang,” ujar Bahtra dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.
Pernyataan ini merespons polemik yang muncul di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, terkait wacana penggunaan hak angket oleh DPRD Pati terhadap Bupati Sudewo yang juga merupakan kader Gerindra.
Diketahui bahwa 13 Agustus 2025 menjadi hari yang tak terlupakan bagi warga Kabupaten Pati. Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu mendesak agar Bupati Sudewo mundur dari jabatannya.
Aksi besar ini bukanlah peristiwa yang terjadi tiba-tiba. Ia adalah puncak dari akumulasi kekecewaan dan kemarahan publik terhadap serangkaian kebijakan yang dinilai meresahkan masyarakat.
Bahtra menjelaskan bahwa dalam Pasal 78 ayat (1) UU 23/2014, terdapat ketentuan yang mengatur alasan kepala daerah dapat diberhentikan dari jabatannya. Beberapa di antaranya adalah:
- Kepala daerah meninggal dunia.
- Kepala daerah berhalangan tetap atau mengundurkan diri.
- Kepala daerah diberhentikan sesuai mekanisme hukum.
Lebih lanjut, dalam Pasal 78 ayat (2) disebutkan tata cara pemberhentian, misalnya masa jabatan yang telah berakhir, tidak melaksanakan tugas selama enam bulan berturut-turut, hingga pelanggaran hukum tertentu.
“Jadi kalau memang terbukti melakukan pelanggaran, mekanismenya sudah jelas. Indonesia ini negara hukum, ada aturan main dan tata caranya. DPRD silakan gunakan hak angket, tapi harus sesuai prosedur,” tegasnya.
Kritik Harus Bersih dari Kepentingan Politik
Bahtra juga mengingatkan agar proses politik di daerah tidak dipenuhi dengan muatan emosional maupun kepentingan kelompok tertentu. Menurutnya, kritik masyarakat harus benar-benar murni demi kepentingan rakyat.
“Jangan sampai teman-teman yang berdemonstrasi kemarin niatnya tulus ingin mengkritisi kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat, namun justru ditunggangi oleh kepentingan pihak-pihak lain. Semoga tidak terjadi demikian,” ungkap Bahtra.
Ia menambahkan, apabila hak angket DPRD Pati resmi bergulir, maka Bupati Sudewo wajib memberikan keterangan untuk menjelaskan kebijakan yang telah menuai kontroversi, termasuk kebijakan yang sudah dibatalkan.
Jika terbukti ada pelanggaran hukum, lanjut Bahtra, maka persoalan itu akan diuji kembali oleh Mahkamah Agung. Namun, apabila tidak ada pelanggaran, Sudewo tetap berhak melanjutkan tugasnya sebagai kepala daerah hingga masa jabatan berakhir.
“Intinya menurut saya, semuanya tidak boleh atas dugaan semata atau karena emosional tadi. Ada mekanisme, tata cara yang semuanya sudah diatur dalam undang-undang,” tegasnya.