Ekonom Sebut Data Pertumbuhan Ekonomi Kuartal Kedua 2025 Mencurigakan, Bagaimana Bisa?

JAKARTA – Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios) telah meminta PBB untuk menyelidiki data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu.

Permintaan itu dilakukan karena banyak pihak, terutama ekonom, yang meragukan data pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2025. Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda mengatakan, ketidakpercayaan terhadap data BPS didasari pada anomali yang terjadi terkait data historis.

Pertumbuhan ekonomi triwulan-II 2025 yang lebih tinggi dibandingkan triwulan yang memiliki momen Ramadan-Idul Fitri terasa aneh. Hal ini dikarenakan tidak seperti tahun sebelumnya di mana pertumbuhan triwulan tertinggi merupakan triwulan yang memiliki momen Ramadan-Idul Fitri.

Triwulan I-2025 saja hanya tumbuh 4,87 persen.Tahun ke tahun, jadi cukup mencurigakan ketika pertumbuhan kuartal II mencapai 5,12 persen,” kata Huda, dikutip Minggu 10 Agustus 2025.

1. Ketidaknormalan lain yang ditemukan Celios

Huda menambahkan, dengan kontribusi mencapai 50 persen dari PDB, ada ketidakwajaran saat pertumbuhan konsumsi rumah tangga triwulan I-2025 hanya 4,95 persen, tetapi pertumbuhan ekonomi berada pada angka 4,87 persen.

“Tidak ada momen yang menyebabkan peningkatan konsumsi rumah tangga meningkat tajam. Indeks keyakinan konsumen (IKK) juga melemah dari Maret 2025 sebesar 121,1 menjadi 117,8 (Juni 2025),” kata Huda.

2. Celios mengirim surat ke PBB

Sebelumnya dilaporkan, data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang dirilis oleh BPS menimbulkan indikasi adanya perbedaan dengan kondisi riil perekonomian Indonesia. Salah satunya adalah data terkait pertumbuhan sektor industri pengolahan dan investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).

Sebagai lembaga pemerintah yang tunduk pada standar statistik internasional, BPS perlu bebas dari kepentingan politik, transparan dan menjaga integritas data. Oleh karena itu, dalam rangka merespons kejanggalan data BPS, Center of Economics and Law Studies (Celios) sebagai lembaga penelitian independen mengirimkan surat permintaan investigasi pada Badan Statistik PBB, yakni United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira mengatakan, sikap tersebut dilakukan Celios sebagai upaya untuk menjaga kredibilitas data BPS yang selama ini digunakan untuk berbagai penelitian oleh lembaga akademik, analis perbankan, dunia usaha termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), serta masyarakat secara umum.

Surat yang dikirimkan ke PBB berisi permintaan untuk meninjau kembali data pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua 2025 yang sebesar 5,12 persentahunan ke tahunan“Kami mencoba meninjau kembali seluruh indikator yang disampaikan BPS, dan menemukan industri manufaktur tumbuh tinggi, padahal PMI Manufaktur tercatat mengalami kontraksi pada periode yang sama,” katanya, Jumat (8/8/2025).

Bhima mengatakan, porsi sektor manufaktur terhadap PDB juga rendah yaitu 18,67 persen dibanding triwulan pertama tahun 2025 yang sebesar 19,25 persen, yang berarti deindustrialisasi dini terus terjadi. Data PHK massal terus meningkat, dan industri berbasis tenaga kerja terpuruk akibat kenaikan berbagai beban biaya.

Jadi apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68 persenTahun ke tahun“Data yang tidak sinkron tentu harus dijawab dengan transparansi,” kata Bhima.

3. Data yang tidak akurat memiliki efek domino terhadap masyarakat

Sementara itu, Direktur Kebijakan Fiskal Celios, Media Wahyudi Askar menambahkan, jika benar terjadi tekanan institusional atau intervensi dalam penyusunan data oleh BPS, maka itu bertentangan dengan Fundamental Principles of Official Statistics yang diadopsi oleh Komisi Statistik PBB.

Ia mengatakan, data yang dapat dipercaya bukan hanya masalah teknis, tetapi berdampak langsung terhadap kredibilitas internasional Indonesia, dan kesejahteraan rakyat. Data ekonomi yang tidak akurat, khususnya jika pertumbuhan dimanipulasi, dapat menyesatkan pengambilan kebijakan.

“Bayangkan, dengan data yang tidak akurat, pemerintah bisa salah menunda stimulus, subsidi, atau perlindungan sosial karena menganggap ekonomi dalam kondisi baik. Pelaku usaha, baik besar maupun UMKM, para investor dan masyarakat pasti akan bingung dan terkena dampak negatif,” kata Media.

PBB Didesak Investigasi Ketidakwajaran Data Pertumbuhan Ekonomi BPS Pertumbuhan Ekonominya Diperhatikan, Ini Tugas dan Fungsi BPS Pertumbuhan Ekonomi Diperdebatkan, Sri Mulyani dan Luhut Berbicara