Ekspor Jepang Merosot Akibat Tarif Trump, Defisit Dagang Capai 117,5 Miliar Yen

Penurunan Ekspor Jepang yang Terdalam dalam Empat Tahun

JEPANG – Ekspor Jepang mengalami penurunan terbesar dalam lebih dari empat tahun pada Juli 2025, dengan pengaruh signifikan dari tarif impor yang diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS).

Data yang dirilis oleh Kementerian Keuangan Jepang menunjukkan bahwa nilai ekspor turun sebesar 2,6% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Angka ini lebih dalam dari perkiraan rata-rata penurunan sebesar 2,1%.

Penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa sektor utama seperti mobil, suku cadang otomotif, dan baja. Kondisi ini menjadi yang terburuk sejak Februari 2021.

Meskipun volume ekspor meningkat sebesar 1,2%, hal ini menunjukkan bahwa eksportir Jepang masih berusaha mempertahankan pangsa pasar dengan menurunkan harga jual, meski harus menghadapi beban tarif AS.

Di sisi lain, impor Jepang juga mengalami penurunan sebesar 7,5%, sehingga menyebabkan defisit neraca perdagangan sebesar 117,5 miliar yen. Situasi ini menambah kekhawatiran terkait kelangsungan pertumbuhan ekonomi Jepang.

Meskipun selama lima kuartal terakhir, perekonomian Jepang masih mampu tumbuh secara tipis, konsumsi rumah tangga yang lemah tetap menjadi tantangan.

Jika tren pelemahan ekspor terus berlanjut, risiko ekonomi Jepang masuk ke jalur kontraksi semakin besar. Hal ini juga bisa memengaruhi kebijakan Bank of Japan (BOJ), yang mungkin akan lebih berhati-hati dalam menentukan waktu kenaikan suku bunga berikutnya.

Ketahanan ekonomi terhadap tarif AS menjadi salah satu faktor penting dalam pengambilan keputusan BOJ.

Dampak Tarif AS terhadap Ekspor Jepang

Data menunjukkan bahwa ekspor Jepang ke AS mengalami penurunan signifikan sebesar 10,1% pada Juli 2025 dibandingkan tahun sebelumnya. Pengiriman kendaraan turun sebesar 28,4%, suku cadang otomotif merosot 17,4%, dan peralatan manufaktur semikonduktor turun 31,3%.

Sejak April, AS telah memberlakukan tarif 25% atas impor mobil dan suku cadang otomotif dari Jepang, serta 10% untuk sebagian besar barang lainnya. Pada awal Juni, tarif baja dinaikkan menjadi 50%.

Namun, berdasarkan kesepakatan perdagangan akhir Juli, tarif mobil dan sejumlah barang lainnya akan diturunkan menjadi 15%. Meski demikian, implementasi perjanjian ini masih membutuhkan waktu.

“Dokumen resmi dari kesepakatan dengan Jepang dan Korea Selatan masih beberapa pekan lagi,” ujar Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick.

Penurunan Ekspor ke Negara Lain

Selain AS, ekspor Jepang ke China juga mengalami penurunan sebesar 3,5%, sementara ekspor ke Eropa melemah sebesar 3,4%.

Yen menguat terhadap dolar, dengan rata-rata kurs sebesar 145,56 per dolar pada Juli, naik 8,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penguatan yen ini juga berdampak pada daya saing produk Jepang di pasar internasional.

Tantangan dan Perspektif Masa Depan

Kondisi ini menunjukkan bahwa Jepang menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas ekonominya. Tekanan dari tarif AS, fluktuasi kurs mata uang, dan penurunan permintaan global membuat para pelaku bisnis dan pemerintah harus terus beradaptasi.

Kebijakan moneter dan fiskal yang tepat akan menjadi kunci dalam menghadapi situasi ini.

Meskipun ada harapan dari kesepakatan perdagangan antara Jepang dan AS, implementasi yang lambat dapat memperpanjang ketidakpastian. Dengan kondisi saat ini, Jepang perlu mencari solusi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tertentu dan meningkatkan diversifikasi ekspor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *