Fakta Lagu Indonesia Raya: Bebas Royalti

Lagu Kebangsaan Indonesia Raya: Sejarah, Hak Cipta, dan Fakta Menarik

JAKARTA – Lagu “Indonesia Raya” merupakan simbol kebanggaan dan pemersatu bangsa yang selalu berkumandang dalam berbagai acara nasional dan momen penting.

Diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman, lagu ini memiliki makna yang mendalam dan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa. Namun, di balik kebesarannya, ada sejumlah fakta menarik dan polemik yang menyertainya, termasuk isu mengenai royalti.

Polemik Royalti “Indonesia Raya”

Sebagai sebuah karya cipta, “Indonesia Raya” tidak lepas dari perbincangan tentang hak cipta dan royalti. Beberapa waktu lalu, muncul pernyataan dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang menyebutkan bahwa penggunaan lagu untuk kepentingan komersial harus membayar royalti. Pernyataan ini memicu reaksi dari publik yang merasa bahwa lagu kebangsaan tidak layak dikomersialkan.

Menanggapi hal tersebut, LMKN memberikan klarifikasi bahwa “Indonesia Raya” tidak dikenai royalti karena sudah masuk domain publik. Meskipun hak ekonomi tidak berlaku, hak moral pencipta tetap harus dihormati. Artinya, nama WR Supratman harus selalu disebutkan setiap kali lagu ini digunakan.

Penjelasan Keluarga WR Supratman

Perwakilan keluarga WR Supratman, Endang WJ Turk, menegaskan bahwa tidak ada royalti yang ditarik dari penggunaan lagu kebangsaan ini. Hak cipta lagu telah sepenuhnya diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia tanpa syarat oleh empat ahli waris almarhum WR Supratman. Keempat ahli waris tersebut adalah Roekijem Soepratijah, Roekinah Soepratirah, Ngadini Soepratini, dan Gijem Soepratinah.

Endang menjelaskan bahwa seluruh karya WR Supratman telah masuk domain publik sejak tahun 2009 karena telah lebih dari 70 tahun sejak beliau wafat. Hal ini juga didukung oleh aturan hukum yang mengatur penggunaan lagu kebangsaan.

Aturan Hukum Mengenai Hak Cipta

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan mencakup aturan khusus mengenai penggunaan “Indonesia Raya”.

Dasar hukum penyerahan hak cipta telah tertuang dalam Surat Keputusan Menteri P.P. dan K tanggal 25 Desember 1957, No. 129599/D, serta Surat Putusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan tanggal 14 Maret 1960.

Keempat ahli waris saat itu mendapatkan hadiah berupa uang sebesar Rp 250.000 sebagai tanda penghargaan. Jika dikonversikan ke nilai emas saat ini, jumlah tersebut setara dengan kurang lebih Rp 6,4 miliar, atau sekitar Rp 1,6 miliar per ahli waris.

UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pasal 43 menyebutkan bahwa pengumuman, distribusi, atau penggandaan lagu kebangsaan sesuai versi aslinya bukan pelanggaran hak cipta. Artinya, siapa pun dapat membawakan lagu kebangsaan tanpa harus membayar royalti, asalkan tidak mengubah dari versi resminya.

Selain itu, “Indonesia Raya” juga termasuk public domain karena penciptanya telah meninggal dunia lebih dari 70 tahun lalu.

Sejarah Singkat Lahirnya Lagu “Indonesia Raya”

Lagu “Indonesia Raya” diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman, seorang komponis muda jenius yang juga bekerja sebagai wartawan. Ia terinspirasi untuk menciptakan lagu kebangsaan setelah membaca artikel di majalah Timboel terbitan Solo pada tahun 1924. Artikel tersebut menantang komponis-komponis Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan yang bisa membangkitkan semangat rakyat.

Pada tahun 1928, di usianya yang ke-25, WR Supratman berhasil menggubah lagu “Indonesia Raya”. Lagu ini pertama kali diperdengarkan di depan khalayak umum pada Kongres Pemuda II di Batavia (sekarang Jakarta) pada tanggal 28 Oktober 1928.

Untuk menghindari represi dari pemerintah kolonial Hindia Belanda, lagu ini dimainkan secara instrumental dengan alunan biola oleh WR Supratman sendiri.

Teks lagu “Indonesia Raya” pertama kali dipublikasikan oleh surat kabar Tionghoa berbahasa Melayu, Sin Po, pada edisi 10 November 1928. Sejak saat itu, lagu ini dengan cepat terkenal di kalangan pergerakan nasional dan selalu dinyanyikan dalam setiap kongres dan pertemuan partai politik.

Pada tahun 1930, pemerintah kolonial Hindia Belanda melarang lagu ini dinyanyikan atau diperdengarkan di muka publik karena merasa terancam. Saat ini, lagu “Indonesia Raya” yang kita kenal hanya terdiri dari satu stanza dari total tiga stanza yang diciptakan oleh WR Supratman.

Penetapan satu stanza sebagai lagu kebangsaan resmi dilakukan oleh Panitia Lagu Kebangsaan Indonesia yang diketuai oleh Soekarno. Selain itu, lagu ini telah mengalami beberapa kali aransemen. Aransemen yang sering kita dengar saat ini adalah karya Jos Cleber pada tahun 1950 yang mendapat masukan langsung dari Presiden Soekarno.

Kesimpulan

Dengan demikian, “Indonesia Raya” bebas dinyanyikan di mana saja tanpa perlu membayar royalti. Lagu ini tidak hanya menjadi simbol kebangsaan, tetapi juga memiliki sejarah panjang dan makna yang mendalam bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *