Kritik terhadap Tunjangan Rumah Dinas DPR
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengkritik pemberian tunjangan rumah dinas sebesar Rp 50 juta per bulan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kritik ini muncul sebagai respons terhadap pernyataan Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah, yang menyatakan bahwa tunjangan perumahan lebih efisien dibandingkan pemberian Rumah Jabatan Anggota (RJA).
Sekretaris Jenderal Fitra, Misbah Hasan, menilai kebijakan tersebut sebagai pemborosan anggaran di tengah upaya pemerintah dalam meningkatkan efisiensi. Ia menyarankan agar dana yang dialokasikan untuk tunjangan rumah dinas bisa digunakan untuk program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat, seperti percepatan pembangunan 3 juta rumah layak huni bagi warga miskin.
Selain itu, Misbah menyoroti ketidaktransparanan dan kurangnya akuntabilitas dalam skema tunjangan perumahan DPR. Skema lumpsum yang digunakan dinilai memiliki potensi penyalahgunaan yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya laporan aktual mengenai penggunaan tunjangan tersebut, sehingga sulit memastikan apakah uang yang diberikan benar-benar digunakan untuk kebutuhan perumahan.
Menurut Misbah, prioritas anggaran seharusnya diberikan pada program yang langsung berdampak pada kebutuhan dasar masyarakat. Ia juga menyampaikan bahwa kinerja DPR saat ini masih rendah, terutama dalam aspek legislasi dan pengawasan anggaran. Oleh karena itu, penggunaan dana yang besar untuk tunjangan perumahan dinilai tidak proporsional.
Selain itu, pemberian tunjangan ini juga dikhawatirkan akan memperlebar kesenjangan ekonomi antara wakil rakyat dengan masyarakat umum. Misbah menegaskan bahwa DPR sebagai simbol dari rakyat seharusnya memberi teladan kesederhanaan, bukan justru menggunakan uang rakyat untuk hidup dalam kemewahan.
Penjelasan dari Sekretaris Jenderal DPR
Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, menjelaskan bahwa tunjangan rumah dinas diberikan karena anggota DPR periode 2024-2029 tidak lagi menerima fasilitas RJA. Alasannya adalah kondisi fisik RJA di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, yang dinilai sudah tidak layak dan tidak ekonomis untuk dipertahankan. Biaya pemeliharaan pun disebut tidak sepadan dengan manfaatnya.
Indra menyampaikan bahwa banyak anggota DPR RI mengeluhkan kondisi bangunan yang sudah tua dan sering mengalami kerusakan parah, terutama bocoran dan air hujan yang masuk dari sungai yang melintasi tengah-tengah perumahan.
Pandangan dari Ketua Banggar DPR
Sementara itu, Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah, menilai bahwa pemberian tunjangan rumah senilai Rp 50 juta per bulan untuk para legislator didasarkan pada pertimbangan efisiensi anggaran. Ia menilai alokasi tunjangan ini bisa menghemat biaya ratusan miliar untuk pemeliharaan rumah dinas yang sebelumnya diberikan kepada DPR.
Said menyatakan bahwa lebih baik memberikan tunjangan perumahan daripada menghabiskan ratusan miliar setiap tahun untuk memperbaiki RJA. Pernyataan ini disampaikan dalam acara di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa, 19 Agustus 2025.
Ervana Trikarinaputri dan Dian Rahma Fika berkontribusi dalam penulisan artikel ini.