Kritik terhadap Pemberian Satwa Liar ke India
JAKARTA – Annisa Rahmawati, seorang kampanyer lingkungan senior, mengecam tindakan pemerintah Indonesia yang memberikan satwa liar, baik yang dilindungi maupun tidak, kepada lembaga konservasi di India.
Menurutnya, langkah ini dianggap tidak etis, mengingat masih banyak satwa yang tersiksa dan terlibat dalam perdagangan ilegal.
“Kita malah ‘menghadiahkan’ satwa ke negara tersebut tanpa adanya klausul imbal manfaat yang adil. Ini seperti melupakan luka lama yang belum sembuh,” ujarnya dalam pernyataan tertulis pada Selasa, 19 Agustus 2025.
Pernyataan ini disampaikan dalam rangka memperingati Hari Orangutan Sedunia. Annisa menyoroti bahwa perdagangan ilegal terhadap satwa liar, termasuk orangutan, belum ditangani secara transparan dan tuntas.
Di India, beberapa individu orangutan asal Indonesia ditemukan secara ilegal, dan proses pengembalian atau repatriasi mereka masih membutuhkan waktu yang panjang. Selain itu, India sering menjadi tujuan utama perdagangan satwa liar.
“Kita justru dihadapkan pada ironi bahwa Indonesia memberikan satwa dilindungi dan tidak dilindungi sebagai hadiah kepada negara yang beberapa kali menjadi tujuan perdagangan ilegal,” tambahnya.
Geopix, organisasi lingkungan yang terlibat dalam isu ini, meminta pemerintah untuk mengevaluasi Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 278 Tahun 2025 tentang Izin Pemberian Satwa yang Dilindungi dan Tidak Dilindungi kepada Greens Zoological Rescues and Rehabilitation Center India.
Selain itu, mereka juga menyarankan negosiasi ulang atas manfaat terbaik yang seharusnya diperoleh sebagai bagian dari klausul tertulis, demi menjaga kedaulatan dan kekayaan alam Indonesia.
Beberapa langkah penting yang diminta oleh Geopix antara lain:
- Mempercepat proses repatriasi satwa liar Indonesia, terutama orangutan yang berada di India.
- Mengevaluasi dan membenahi tata kelola diplomasi konservasi agar lebih setara dan tidak hanya bersifat simbolis sebagai hadiah diplomatik tanpa kepastian perlindungan dan manfaat jangka panjang yang adil.
Sebelumnya, melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 278/2025 yang diterbitkan pada 23 Mei 2025, pemerintah memberikan sejumlah satwa kepada lembaga konservasi di India.
Tiga ekor siamang, dua ekor macan dahan, satu ekor macan tutul, 10 ekor beruang madu, dua ekor bekantan, dan 15 ekor monyet ekor panjang diserahkan kepada Greens Zoological Rescues and Rehabilitation Center India.
Satwa-satwa tersebut berasal dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jakarta dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Selatan. Sebelumnya, mereka diserahkan oleh masyarakat kepada lembaga konservasi PT Fauna Land dan Taman Satwa Jhonlin Lestari.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Kehutanan, Satyawan Pudyatmoko, menjelaskan bahwa pemberian ini merupakan bentuk tukar menukar antarlembaga yang bergerak di bidang konservasi dan hadiah pemerintah.
Ia menyatakan bahwa dasar hukumnya adalah Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 sebagaimana diubah dengan UU 32/2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE).
Meski demikian, Satyawan menegaskan bahwa pihaknya sangat selektif dalam mengeluarkan izin. “Lembaga penerima harus kredibel dan punya rekam jejak yang baik,” katanya.
Pemberian satwa seperti ini juga dianggap sebagai upaya untuk memperkuat hubungan antarnegara. Greens Zoological Rescues and Rehabilitation Center India menawarkan berbagai bentuk kerja sama.
Di antaranya, bantuan dalam memperkuat upaya pengawasan peredaran ilegal tumbuhan dan satwa langka, perbaikan sarana prasarana konservasi, pengembangan fasilitas rumah sakit atau klinik gajah, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang konservasi.