Hacker Tiongkok Gunakan AI untuk Peretasan Otomatis Klik Satu

Perkembangan Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Serangan Siber

JAKARTA – Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah membuka peluang baru bagi berbagai pihak, termasuk kelompok peretas. Dalam beberapa tahun terakhir, AI digunakan untuk mengotomatisasi berbagai proses, termasuk tindakan siber yang sebelumnya memerlukan intervensi manusia. Hal ini kini semakin memperparah ancaman terhadap keamanan dunia digital.

Dalam laporan terbaru, ditemukan bahwa tingkat otomatisasi serangan siber meningkat secara signifikan. Proses peretasan kini bisa dilakukan hanya dengan satu kali klik tanpa memerlukan banyak campur tangan manusia. Fenomena ini menunjukkan bagaimana AI dapat menjadi alat yang sangat efektif dan cepat dalam melakukan aksi jahat.

Penggunaan AI dalam Serangan Siber

Laporan dari perusahaan startup AI asal Amerika Serikat, Anthropic, menyebutkan bahwa ada sekelompok peretas yang diduga didukung oleh pemerintah Tiongkok menggunakan model AI mereka, yaitu Claude, untuk menjalankan serangan siber. Menurut laporan tersebut, selama bulan September 2025, terdapat sekitar 30 serangan siber yang dijalankan secara otomatis menggunakan AI Claude.

Menurut Jacob Klein, Head of Threat Intelligence Anthropic, hampir semua proses serangan siber kini sepenuhnya diotomatisasi oleh AI. Ia memperkirakan bahwa sekitar 80–90 persen dari proses peretasan dilakukan tanpa campur tangan manusia. Proses ini bisa berjalan “hanya dengan sekali klik” dan hanya memerlukan interaksi minimal dari manusia.

Klein menjelaskan bahwa manusia hanya terlibat pada beberapa titik kritis, seperti memberi persetujuan, menghentikan langkah tertentu, atau merespons jawaban AI. Contohnya, seseorang mungkin berkata, “Ya, lanjutkan,” atau “Jangan lanjutkan,” tergantung pada situasi yang terjadi.

Bantahan dari Pihak Tiongkok

Meskipun laporan tersebut menuduh adanya serangan siber yang diotomatisasi oleh AI dan didukung oleh pemerintah Tiongkok, pihak Tiongkok langsung membantah tuduhan tersebut. Bantahan ini bukanlah hal baru, karena selama bertahun-tahun, pemerintah AS sudah pernah menyampaikan dugaan serupa bahwa Tiongkok memanfaatkan teknologi AI untuk mencuri data warga dan perusahaan AS, namun selalu dibantah oleh Tiongkok.

Anthropic dalam laporan terbarunya tidak menjelaskan secara rinci siapa saja yang menjadi korban serangan siber. Mereka hanya menyebutkan bahwa ada empat korban yang mengaku kehilangan data sensitif. Selain itu, fenomena serangan siber berbasis AI juga dilaporkan terjadi di negara lain, seperti Rusia.

Serangan Siber di Rusia

Laporan menyebutkan bahwa Google menemukan adanya peretas asal Rusia yang menggunakan model bahasa besar (LLM) untuk menghasilkan perintah malware secara otomatis. Ini menunjukkan bahwa penggunaan AI dalam serangan siber bukanlah hal yang terbatas pada satu negara atau kelompok tertentu.

Penggunaan AI dalam serangan siber menunjukkan betapa pentingnya keamanan digital dan perlunya peningkatan kesadaran serta tindakan pencegahan terhadap ancaman-ancaman yang muncul akibat perkembangan teknologi. Dengan semakin canggihnya AI, maka kebutuhan akan sistem keamanan yang lebih kuat dan adaptif juga semakin mendesak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *