Penundaan Proses Hukum Kasus Pelecehan Seksual di Sekolah Negeri Mengundang Kekhawatiran
JAKARTA – Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Beringin, Kabupaten Deli Serdang, kini tengah menjadi perhatian publik.
Proses hukum yang seharusnya berjalan cepat dan transparan justru mengalami penundaan yang menimbulkan kekhawatiran terhadap keseriusan penanganan kasus tersebut.
Berkas perkara yang telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam sejak tiga minggu lalu, belum juga dilimpahkan ke pengadilan. Hal ini dinilai sebagai kelalaian dalam menjalankan asas peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan.
Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan bahwa jaksa wajib segera melimpahkan berkas perkara maksimal tujuh hari setelah tahap penyerahan tersangka dan barang bukti.
Andi Tarigan, kuasa hukum korban, menyampaikan bahwa keterlambatan ini sangat memengaruhi kondisi psikologis korban. “Sudah lebih dari tiga minggu sejak Tahap II dilakukan, namun berkas perkara belum juga dilimpahkan ke pengadilan. Setiap hari keterlambatan itu berarti memperpanjang penderitaan psikologis korban,” ujarnya.
Kasus ini tidak bisa disebut biasa karena korban adalah seorang siswa yang menjadi korban pelecehan seksual dari gurunya sendiri. Keterlambatan dalam proses hukum ini dinilai sebagai bentuk ketidakadilan yang berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan.
Menurut Andi, lambannya pelimpahan perkara ini juga berpotensi melanggar kode etik dan disiplin jaksa. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil serta Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-036/A/JA/09/2011 tentang SOP Penanganan Perkara Pidana memberikan pedoman dalam penanganan perkara pidana.
Selain itu, SE Jaksa Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Kekerasan Seksual menegaskan bahwa perkara kekerasan seksual harus ditangani secara cepat, terpadu, dan berperspektif korban.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Kuasa hukum korban mengecam tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Mereka mendesak Kepala Kejaksaan Negeri Deli Serdang untuk segera mengambil langkah tegas terhadap jaksa penuntut umum yang menangani perkara tersebut agar proses peradilan tidak semakin berlarut-larut.
Selain itu, pihaknya juga mempertimbangkan untuk melaporkan keterlambatan tersebut ke Komisi Kejaksaan RI dan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas). Tujuan utamanya adalah untuk memastikan adanya pengawasan eksternal terhadap aparat penegak hukum.
“Kami tidak mencari sensasi. Kami hanya menuntut keadilan bagi anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Negara harus hadir melindungi korban, bukan malah membuat mereka menunggu dalam ketidakpastian,” tambah Andi Tarigan.
Kasus ini bermula dari laporan orang tua siswa yang mengeluhkan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru di SMP Negeri 1 Beringin. Setelah melalui proses penyidikan di Polresta Deli Serdang, berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam.
Namun, hingga saat ini, belum ada jadwal sidang yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Lubuk Pakam karena berkas belum dilimpahkan oleh jaksa penuntut umum Kejari Lubuk Pakam.