Rekam Jejak Putri Candrawathi, Istri Ferdy Sambo yang Dapat Remisi
Putri Candrawathi, istri mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Ferdy Sambo, mendapatkan pengurangan hukuman atau remisi sebanyak 9 bulan dalam perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Remisi ini diberikan oleh pihak lembaga pemasyarakatan setelah ia menjalani masa tahanan di Lapas Kelas 2 Tangerang.
Putri Candrawathi terlibat dalam kasus pembunuhan berencana terhadap ajudan suaminya, Brigadir J. Ia divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, vonis tersebut kemudian dikurangi menjadi 10 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Kini, ia menerima remisi umum selama 4 bulan, remisi dasawarsa selama 90 hari, serta remisi tambahan donor darah selama 2 bulan.
Pemberian remisi ini telah sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Kepala Humas Lapas Kelas 2 Tangerang, Ratmin, mengonfirmasi bahwa Putri Candrawathi selama menjalani hukuman di dalam lapas memiliki perilaku baik dan tidak pernah melakukan pelanggaran tata tertib. Hal ini membuatnya memenuhi syarat sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang layak menerima remisi.
Latar Belakang Putri Candrawathi
Putri Candrawathi adalah putri dari seorang Jendral TNI berbintang satu yang sudah pensiun. Ia bertemu dengan Ferdy Sambo pada 1988 saat keduanya masih sekolah di SMP Negeri 6 Makassar, Sulawesi Selatan. Setelah dewasa, mereka menikah dan memiliki tiga orang anak, dua di antaranya perempuan dan satu laki-laki.
Sebelum menikah, Putri Candrawathi bekerja sebagai tenaga medis. Setelah menikah, ia lebih memilih untuk menemani sang suami, Irjen Ferdy Sambo, dan tidak lagi berkiprah di bidang kesehatan. Meski begitu, ia tetap aktif di bidang lain, seperti membantu membangun sebuah sekolah.
Pada tahun 2014, saat Ferdy Sambo dinas sebagai Kapolres Brebes, Putri Candrawathi ikut membangun TK Kemala Bhayangkari 28 di Desa Kalierang, Kecamatan Bumiayu, Brebes. Nama Putri Candrawathi mulai mencuat setelah terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Kasus Pembunuhan Brigadir J
Putri Candrawathi menjadi tersangka kelima dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Laporan pelecehan seksual yang dilaporkannya terbukti palsu. Bareskrim memastikan bahwa tidak ada pelecehan seksual seperti yang disebutkan, setelah memeriksa seluruh saksi yang ada di rumah dinas Ferdy Sambo.
Seluruh saksi menyatakan bahwa Brigadir J hanya berada di luar rumah dan tidak pernah masuk kamar Putri Candrawathi. Ini menjadi salah satu poin penting dalam penyelidikan kasus ini.
Dalam surat dakwaan, Ferdy Sambo dianggap sebagai otak dari pembunuhan Brigadir J. Ia memerintahkan ajudannya, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, untuk menembak Brigadir J. Awalnya, Ferdy Sambo meminta Bripka Ricky Rizal (RR) sebagai eksekutor, namun RR menolak. Akhirnya, RR memanggil Bharada E untuk menyelesaikan rencana pembunuhan tersebut.
Setelah dipanggil, Bharada E menyetujui perintah Ferdy Sambo dan menembak Brigadir J sebanyak tiga atau empat kali tembakan. Saat itu, Putri Candrawathi berada di kamar yang hanya berjarak tiga meter dari lokasi kejadian. Sementara itu, Bripka RR masih berada di halaman rumah.
Ferdy Sambo juga turut menembak Brigadir J sebanyak satu kali untuk memastikan korban meninggal dunia. Setelah itu, ia menembak ke arah dinding rumahnya agar terkesan seperti baku tembak antara Bharada E dan Brigadir J.
Vonis dan Pelaku Lain
Atas perbuatannya, Ferdy Sambo dihukum mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, putusan kasasi Mahkamah Agung mengubah vonis menjadi hukuman seumur hidup. Selain Ferdy Sambo, terdapat tiga tersangka lain dalam kasus ini, yaitu Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.
Bharada Richard Eliezer telah bebas murni, sedangkan Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf masih menjalani pidana bersama Ferdy Sambo di Lapas Cibinong. Kasus ini menjadi salah satu peristiwa besar dalam dunia hukum Indonesia dan menimbulkan banyak perdebatan serta pertanyaan tentang proses hukum yang berlangsung.