Sengketa Lahan Hadji Kalla dengan GMTD Dikaitkan dengan Praktik Mafia Tanah
MAKASAR – Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla (JK), mengungkap dugaan adanya praktik mafia tanah dalam sengketa lahan antara Hadji Kalla dan Gowa Makassar Tourism Development (GMTD). Ia menegaskan bahwa eksekusi lahan oleh Pengadilan Negeri (PN) Makassar dianggap tidak sah karena melanggar prosedur yang berlaku.
Pernyataan ini disampaikan JK saat melakukan peninjauan langsung terhadap lahan sengketa di Jalan Metro Tanjung Bunga, Tamalate, Makassar, pada Rabu (5/11/2025) pagi. Peninjauan dilakukan dua hari setelah eksekusi yang dilakukan oleh Panitera dan Juru Sita PN Makassar.
Menurut JK, sertifikat lahan seluas 16,4 hektar tersebut dimiliki oleh Hadji Kalla sejak tahun 1993. Namun, dalam putusan pengadilan, lahan tersebut dinyatakan dimenangkan oleh GMTD. Hal ini menimbulkan kecurigaan terhadap proses hukum yang digunakan dalam kasus ini.
“Kalau begini, nanti seluruh kota (Makassar) dia akan mainkan seperti itu, merampok seperti itu. Kalau Hadji Kalla saja dia mau main-maini, apalagi yang lain,” ujar JK.
Ia juga menjelaskan bahwa lahan tersebut merupakan tanah yang dibeli dari Raja Gowa. “Kita beli dari anak Raja Gowa. Ini kan dulu masuk Gowa ini. Sekarang masuk Makassar,” tambahnya.
Eksekusi Lahan Dinilai Tidak Sesuai Prosedur
JK menegaskan bahwa eksekusi lahan yang dilakukan oleh PN Makassar melanggar ketentuan Mahkamah Agung (MA) karena tidak dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Menurutnya, eksekusi harus dilakukan di lokasi dan memerlukan proses constatering yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Di mana eksekusi? Kalau eksekusi mesti di sini (di lokasi). Syarat eksekusi itu ada namanya constatering, diukur oleh BPN yang mana. Yang tunjuk justru GMTD. Panitera tidak tahu, tidak ada hadir siapa, tidak ada lurah, tidak ada BPN. Itu pasti tidak sah,” tegas JK.
Dugaan Rekayasa Hukum oleh GMTD
JK menyebut langkah yang dilakukan oleh GMTD sebagai kebohongan dan rekayasa hukum. Ia menegaskan bahwa Mahkamah Agung telah menetapkan bahwa eksekusi harus dilakukan oleh BPN.
“Ini Mahkamah Agung mengatakan harus diukur oleh BPN. Jadi, pembohong semua mereka itu,” lanjutnya.
Ia juga menyatakan bahwa Hadji Kalla tidak memiliki hubungan hukum dengan GMTD dalam perkara yang sedang berlangsung di pengadilan. Didampingi kuasa hukum Kalla Group, Abdul Aziz, JK menegaskan bahwa pihak yang dituntut adalah Manyombalang (Dg Solong), seorang penjual ikan.
“Masa penjual ikan punya tanah seluas ini? Jadi, itu kebohongan, rekayasa semua,” tuturnya.
Komitmen untuk Mempertahankan Hak Milik
Ketua Umum Palang Merah Indonesia ini menegaskan bahwa dirinya akan melakukan segala cara untuk mempertahankan hak miliknya. Ia menyebut bahwa upaya ini bukan hanya tentang tanah, tetapi juga tentang keadilan dan kebenaran.
“Inii mempertahankan hak milik, harta, itu syahid,” ucap JK dengan posisi berkacak pinggang.
Respons dari Pihak GMTD
Sementara itu, pihak Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) enggan memberikan komentar terkait kasus ini. Sehari sebelumnya, Presiden Direktur PT GMTD, Ali Said, meminta semua pihak untuk menghargai putusan majelis hakim. Meski demikian, isu dugaan rekayasa hukum dan pelanggaran prosedur masih menjadi perhatian utama bagi masyarakat dan pihak terkait.








