Peristiwa Kematian Balita dengan Tubuh Penuh Cacing Memicu Perhatian Gubernur Jawa Barat
SUKABUMI – Kasus kematian balita yang ditemukan memiliki tubuh penuh cacing menjadi sorotan publik dan menimbulkan kekhawatiran terhadap sistem pelayanan kesehatan di tingkat desa.
Balita bernama Raya (4 tahun) meninggal dunia setelah menjalani perjuangan panjang melawan penyakit yang diduga disebabkan oleh cacing yang bersarang di dalam tubuhnya.
Kejadian ini juga memicu respons dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menyoroti ketidaktegasan aparat desa dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada warga.
Dedi Mulyadi menyatakan bahwa ia tidak akan segan memberikan sanksi kepada aparat desa yang dinilai lalai dalam menjalankan tugas pokoknya. Ia menyoroti adanya ketidakberfungsian beberapa lembaga seperti PKK, posyandu, dan bidan di tingkat desa. Menurutnya, hal ini bisa berdampak pada keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
“Sanksi akan kami berikan kepada siapa pun dan daerah mana pun yang terbukti tidak memberikan perhatian kepada masyarakat,” ujar Dedi Mulyadi.
Balita Raya adalah anak dari Udin (32 tahun) yang diduga menderita Tuberkulosis atau TBC, serta Endah (38 tahun) yang mengalami gangguan jiwa atau ODGJ. Keduanya tinggal di Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi, membenarkan bahwa Raya adalah warga desanya. Ia menjelaskan bahwa kedua orang tua Raya memiliki keterbelakangan mental, sehingga hanya mampu merawat anaknya sebatas kemampuan mereka.
Sebelum kondisinya memburuk, Raya sering hidup dalam keadaan tidak sehat, seperti bermain di bawah kolong rumah bersama ayam. Ia mengalami demam dan didiagnosis menderita penyakit paru-paru.
Namun, karena keluarganya tidak memiliki Kartu Keluarga (KK) dan BPJS, pengobatan Raya mengalami kendala. Setelah kondisinya semakin parah, akhirnya ada keluarga yang menghubungi organisasi filantropi untuk membantu mengambil alih penanganan medis Raya.
Raya dirawat selama sekitar sembilan hari dengan bantuan filantropi tersebut. Sayangnya, ia meninggal dunia pada akhir Juli 2025. Wardi menyatakan bahwa Raya dan kakaknya yang berusia 7 tahun sering diasuh oleh sanak saudara.
Namun, karena pola hidup yang tidak terkontrol dan minimnya pengawasan, Raya akhirnya menderita penyakit hingga meninggal dunia.
Kasus Serupa di Luar Negeri
Tidak hanya di Indonesia, kasus kematian akibat cacing juga terjadi di luar negeri. Sebuah gambar sinar-X yang menunjukkan ratusan telur cacing pita di tubuh seorang pria viral di media sosial.
Gambar ini dibagikan oleh dokter gawat darurat asal Amerika Serikat (AS), Sam Ghali, melalui akun X-nya.
Menurut Ghali, pasien pria itu awalnya datang ke layanan UGD dengan keluhan nyeri di bagian pinggul setelah jatuh. Awalnya, dokter menduga gejala tersebut sebagai patah tulang.
Namun, setelah dilakukan rontgen, ditemukan kista larva cacing pita telah menyebar ke otot dan jaringan lunak di pinggul dan kaki pria tersebut. Kondisi ini dikenal sebagai sistiserkosis, yang disebabkan oleh kista larva Taenia solium atau cacing pita babi.
Ghali menjelaskan bahwa infeksi ini terjadi akibat konsumsi daging babi mentah atau tidak dimasak. Penularan dapat terjadi melalui jalur fekal-oral, yaitu ketika telur cacing dari feses orang yang terinfeksi tertelan oleh orang lain. Hal ini membuat seseorang terpapar cacing pita pada saluran pencernaannya.
“Kista ini dapat menyebar ke mana saja di seluruh tubuh manusia,” lanjut dia. Ia menegaskan pentingnya menjaga kebersihan dan memastikan daging dimasak dengan benar. “Yang paling penting, jangan pernah makan daging babi mentah atau setengah matang,” pesannya.