Kemensos beli 15.000 laptop untuk Sekolah Rakyat – ‘Pengadaan paling mudah untuk korupsi’

JAKARTA – Kementerian Sosial akan membeli lebih dari 15.000 laptop untuk setiap murid Sekolah Rakyat. Langkah ini muncul di tengah penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang sebelumnya berjalan.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan pemerintah telah mengalokasikan sekitar Rp140 miliar dari total Rp7 triliun dana operasional Sekolah Rakyat dari APBN untuk membeli laptop dan seragam.

Gus Ipul menegaskan bahwa proses pengadaan laptop akan terbuka dan didampingi oleh aparat penegak hukum. Namun, pengamat pendidikan Ubaid Matraji menilai pembelian laptop sebagai salah satu pintu masuk paling empuk bagi praktik korupsi.

Menurutnya, anggaran sebesar itu lebih baik digunakan untuk kebutuhan prioritas dunia pendidikan seperti pelatihan guru, penguatan kurikulum, perbaikan infrastruktur, dan penciptaan lingkungan belajar yang aman serta nyaman.

Pengadaan laptop ini menjadi pertanyaan besar tentang apakah langkah tersebut tepat sasaran dan prioritas, serta bagaimana Kemensos mencegah agar tidak terjadi korupsi. Pendapat guru Sekolah Rakyat dan wali murid juga menjadi penting dalam evaluasi ini.

Perspektif Guru dan Wali Murid

Kepala Sekolah Rakyat Menengah Akhir 18 Blora, Jawa Tengah, Tri Yuli Setyoningrum, menyebut pengadaan laptop menjadi hal yang dia impikan karena sistem pembelajaran learning management system (LMS) yang dia jalankan.

“Kami sangat mengharapkan adanya laptop dalam pembelajaran anak-anak,” ungkap Yuli, yang sebelumnya adalah guru bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Blora.

Sekolah yang berada di Jalan Ronggolawe Kelurahan Balun, Kecamatan Cepu ini, dikabarkan sudah mulai aktif sejak 14 Juli 2025 lalu. Artinya, 50 orang siswa yang berasal dari keluarga “miskin dan sangat miskin” itu belum genap sebulan mengenyam pendidikan. Yuli menjelaskan, dalam sistem pembelajaran multi entry dan multi exit, setiap murid wajib menggunakan laptop.

Sistem pembelajaran itu menggunakan mekanisme penerimaan dan kelulusan siswa yang fleksibel. Artinya, antara satu siswa dengan lainnya lulusnya bisa berbeda-beda dan masuknya juga berbeda-beda.

“Kalau misalnya pembelajaran manual untuk sistem seperti itu kan sulit. Tapi kalau dengan LMS, dengan menu-menu yang sudah disediakan menjadi lebih mudah untuk mendeteksi masing-masing kemampuan siswanya,” ujar Yuli.

Kritik Terhadap Prioritas Anggaran

Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, rencana pengadaan 15.000 laptop untuk Sekolah Rakyat adalah kebijakan yang keliru. Pembelian laptop ini, menurut Ubaid, menunjukkan adanya kesalahan prioritas yang fatal dalam tata kelola pendidikan.

“Ini bukan solusi, melainkan gejala dari cara pandang yang dangkal terhadap akar masalah pendidikan di Indonesia.”

Ubaid menilai bahwa prioritas utama pendidikan bukan pada alat, melainkan pada ekosistemnya. Untuk itu, katanya, yang harus diprioritaskan adalah pelatihan dan peningkatan mutu serta kesejahteraan guru.

Menurutnya, pemerintah seharusnya menguatkan kurikulum dan program sekolah dengan kearifan lokal, yang ditambah dengan lingkungan belajar yang aman dan nyaman.

Respons Menteri Sosial

Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, menyebut setiap siswa dari SD hingga SMA di Sekolah Rakyat akan mendapat satu laptop dan seragam. Pada tahap pertama akan ada sekitar 9.705 siswa menerima laptop, dan tahap kedua menyusul dengan 5.665 siswa.

Sehingga total ada sekitar 15.370 siswa menjadi penerima laptop. Dia mengatakan untuk laptop dan seragam, pemerintah menganggarkan sekitar Rp140 miliar.

Uang itu berasal dari APBN, telah disetujui oleh DPR dan Kementerian Keuangan. Kini tahapnya adalah proses pengadaan di Kemensos. Laptop diperlukan, kata Saifullah Yusuf, agar setiap siswa di Sekolah Rakyat—yang berasal dari keluarga miskin dan miskin ekstrem—dapat memperoleh fasilitas pembelajaran yang berkualitas, setara dengan sekolah unggulan.

Masalah Pengadaan Laptop Sebelumnya

Kejakatan Agung tengah menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi periode 2019-2022, yang diklaim bagian dari program digitalisasi pendidikan.

Proyek yang dilakukan di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim ini memiliki pagu anggaran Rp9,9 triliun. Kejagung juga telah menetapkan empat tersangka di kasus yang diduga menyebabkan kerugian negara hampir Rp2 triliun.

Pola Korupsi Laptop

Direktur riset Kopel Indonesia, Anwar Razak, menjelaskan terdapat beberapa modus dalam praktik dugaan korupsi pengadaan laptop di instansi pemerintahan yang umumnya serupa dengan pengadaan barang dan jasa lainnya.

Pertama, persekongkolan yang dilakukan antara oknum pemerintah dengan pengusaha, mulai dari proses perencanaan hingga pelaksanaan. Kedua, pengadaan laptop yang spesifikasinya tidak sesuai.

Ketiga, pengelembungan biaya pembelian. Keempat, pengadaan fiktif. Anwar menilai bahwa pengadaan laptop ini menggiurkan karena jumlah pengadaan, anggaran, dan keuntungan yang besar.