Ketua Panser Biru Wareng Kaget Suporter Disalahkan di PSIS Saat Ini

Keresahan Suporter Panser Biru terhadap Kinerja Manajemen PSIS Semarang

JAKARTA – Ketua Umum Panser Biru, Kepareng atau lebih dikenal dengan nama Wareng, mengungkapkan kekecewaannya terhadap situasi yang terjadi di PSIS Semarang. Ia merasa heran karena suporter tetap menjadi sasaran kritik meskipun sudah memilih untuk melakukan boikot dan tidak hadir di stadion.

Melalui akun Instagram pribadinya, @kepareng_wareng, Wareng menyampaikan bahwa Panser Biru telah berusaha untuk menahan diri. Mereka memutuskan untuk tidak masuk ke stadion sesuai kesepakatan bersama, yaitu memboikot laga kandang Laskar Mahesa Jenar.

Boikot ini dimulai sejak awal musim 2024/2025, ketika pertandingan PSIS melawan Persiku Kudus pada 14 September 2025 di Stadion Jatidiri, Kota Semarang, Panser Biru tidak hadir di dalam stadion.

Namun, anehnya, kelompok suporter yang berdiri sejak tahun 2001 ini masih menjadi kambing hitam atas kondisi tim. Wareng menulis, “Suporter sudah boikot gak masuk stadion, kenapa masih disalahkan karena yang nonton vs Persiku mengkritik YS. Katanya pemain down. Anggaplah logika kemarin, suporter bukan hanya mengkritik YS, bisa-bisa malah datang nemuin manajemen.”

Unggahan tersebut mendapat banyak perhatian, terutama karena mencerminkan rasa frustrasi dari para suporter yang merasa menjadi korban atas masalah tim. Menurut Wareng, yang seharusnya dievaluasi adalah manajemen PSIS, bukan suporter.

Tidak hanya itu, Wareng juga membagikan foto pamflet pertandingan PSIS melawan Persiba Balikpapan yang berlangsung tanpa penonton. Di kolom caption, ia menyelipkan sindiran dengan tulisan singkat, “Kapan tanpa Yoyok?” Nama Yoyok merujuk pada Yoyok Sukawi, CEO Laskar Mahesa Jenar.

Kekecewaan Panser Biru semakin jelas dengan rencana aksi mereka pada Sabtu, 27 September 2025, yang berbarengan dengan laga PSIS melawan Persiba Balikpapan. Pada hari itu, Panser Biru akan menggelar gerakan bertajuk Save Our PSIS. Aksi ini dimaksudkan untuk menyampaikan kritik secara langsung kepada manajemen.

“Suporter tidak ingin terus-terusan dijadikan tameng. Kalau PSIS mau maju, ya manajemen harus lebih profesional dan tidak asal-asalan mengelola tim,” ujar Ghofur, anggota Panser Biru yang ditemui di kawasan Stadion Jatidiri.

Gerakan Save Our PSIS diharapkan menjadi cara bagi suporter agar aspirasi mereka benar-benar didengar. Panser Biru menilai loyalitas mereka tidak perlu lagi diragukan, karena selalu mendukung PSIS baik saat tampil di mana pun dan dalam kondisi apa pun. Namun, kesabaran mereka mulai habis melihat kinerja manajemen yang dianggap tidak profesional dalam membangun tim.

Boikot penonton dan aksi turun ke jalan bukan pertama kalinya dilakukan Panser Biru. Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, mereka juga pernah menyampaikan protes dengan cara serupa.

Perbedaannya kali ini adalah narasi yang dibawa lebih jelas, mendesak manajemen untuk melakukan pembenahan agar PSIS bisa kembali fokus pada prestasi, bukan sekadar mencari alasan dan melimpahkan kesalahan ke suporternya.

Kritik terbuka yang dilontarkan Wareng lewat media sosial makin menegaskan bahwa hubungan antara suporter dan manajemen sedang berkonflik. Meski demikian, Panser Biru menegaskan bahwa gerakan mereka bukan untuk menjatuhkan tim, melainkan justru menyelamatkan PSIS dari keterpurukan.

Dengan semakin dekatnya jadwal aksi Save Our PSIS, banyak mata kini tertuju pada bagaimana respons manajemen Mahesa Jenar. Apakah aspirasi suporter akan benar-benar didengar, atau justru kembali dianggap sebagai angin lalu? Yang jelas, bagi Panser Biru, suara suporter tidak bisa lagi dipandang sebelah mata.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *