Desa Kemiren: Pusat Budaya dan Wisata yang Menarik Perhatian Dunia
BANYUWANGI – Desa Kemiren, yang terletak di Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, kini menjadi salah satu destinasi wisata yang menarik perhatian baik wisatawan lokal maupun mancanegara.
Keberadaannya tidak hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kekayaan budaya yang terjaga dengan baik. Salah satu acara utama yang rutin digelar adalah Festival Ngopi Sepuluh Ewu, yang menjadi bagian dari upaya untuk melestarikan kearifan lokal serta memperkenalkan budaya Suku Osing kepada dunia.
Festival Ngopi Sepuluh Ewu memiliki makna yang unik. Dalam bahasa Indonesia, “sepuluh ewu” berarti sepuluh ribu. Acara ini menyajikan sekitar 10 ribu cangkir kopi secara gratis bagi siapa pun yang datang.
Suasana yang hangat, keramahan warga, dan aroma kopi yang menggugah selera membuat festival ini menjadi daya tarik tersendiri. Wisatawan dari berbagai daerah, termasuk asing, hadir untuk merayakan bersama masyarakat setempat.
Meskipun Desa Kemiren bukan penghasil kopi, masyarakat suku Osing memiliki kebiasaan unik dalam menyajikan kopi sebagai tanda kehangatan dan keramahan.
Dalam setiap pernikahan, orang tua biasanya memberi hadiah berupa beberapa perabot rumah, termasuk selusin cangkir keramik kecil. Cangkir-cangkir ini juga digunakan dalam festival Ngopi Sepuluh Ewu, menjadikannya simbol kebudayaan yang sangat khas.
Selain Festival Ngopi Sepuluh Ewu, Desa Kemiren juga menyelenggarakan dua festival lain yang rutin digelar, yaitu Festival Barong Ider Bumi dan Tumpeng Sewu.
Festival Barong Ider Bumi merupakan ritual penyucian dan perlindungan yang telah dilakukan selama puluhan hingga ratusan tahun. Sedangkan Tumpeng Sewu berasal dari tradisi selamatan desa atas hasil panen yang melimpah, sebagai bentuk rasa syukur dan solidaritas sosial.
Perkembangan pariwisata di Desa Kemiren tidak terjadi secara instan. Awalnya, desa ini sempat mati suri akibat kurangnya konsistensi dalam menjaga kearifan lokal. Namun, sejak 2017, pemuda-pemuda suku Osing mulai aktif kembali dalam menjaga dan mempromosikan budaya mereka.
Mereka membentuk kelompok karang taruna yang mengelola destinasi budaya dengan konsep yang lebih matang. Inisiatif ini berhasil meningkatkan minat wisatawan terhadap Desa Kemiren.
Selain itu, keberadaan Tari Gandrung juga menjadi salah satu aspek penting dalam kebudayaan suku Osing. Tarian ini pertama kali ditampilkan pada masa pemerintahan Belanda dan kini dikenal luas melalui Festival Gandrung Sewu yang digelar di pantai Selat Bali.
Festival ini menjadi salah satu event nasional yang masuk dalam kalender wisata Kharisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata. Kearifan lokal dan budaya yang dirawat dengan sungguh-sungguh menjadikan Desa Kemiren sebagai salah satu desa wisata terbaik di dunia 2025.
Masuknya desa ini dalam jaringan desa wisata terbaik dunia kategori Upgrade Programme dari UN Tourism menunjukkan bahwa kearifan lokal tidak hanya dijaga, tetapi juga menjadi daya tarik yang luar biasa.
Lebih dari 200 keluarga di Desa Kemiren bergantung pada sektor wisata. Mereka bekerja sebagai pemandu wisata, pelaku usaha mikro kecil menengah, pengelola homestay, hingga pengelola rumah adat. Jumlah pelaku jasa wisata terus bertambah seiring berkembangnya pariwisata di desa tersebut.
Setiap tahun, ribuan orang datang ke Desa Kemiren untuk mengenal kebudayaan setempat. Meski jumlah kunjungan sempat menurun akibat pandemi, masyarakat terus berupaya untuk membangkitkan kembali antusiasme wisatawan dengan menampilkan kebudayaan dalam bentuk atraksi yang menarik.
Budaya dan wisata di Desa Kemiren saling melengkapi. Adat istiadat tetap lestari, sementara pariwisata memberikan dampak positif terhadap ekonomi masyarakat. Bahasa Osing, sebuah dialek Jawa khas yang masih digunakan oleh generasi muda, juga menjadi bagian dari warisan budaya yang patut dilestarikan.
Desa Kemiren juga termasuk dalam Kampung Berseri Astra, sebuah program berbasis komunitas yang bertujuan menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, cerdas, dan produktif.
Dukungan dari Astra dalam pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan kewirausahaan membantu masyarakat Desa Kemiren dalam menjaga kualitas hidup dan konsistensi dalam melestarikan budaya.
Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi Taufik Rohman menekankan bahwa prestasi Desa Kemiren di tingkat internasional berasal dari kearifan dan budaya lokal yang dirawat dengan sungguh-sungguh.
Ia berharap kemajuan yang dicapai tidak membuat masyarakat berpuas diri, tetapi justru semakin giat dalam melakukan inovasi untuk menjaga posisi Desa Kemiren sebagai desa wisata terbaik dunia.












