JAKARTA – Film animasi Merah Putih: One For All yang dianggap menjadi proyek besar dalam menyambut HUT ke-80 RI kini menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Banyak netizen mengkritik kualitas animasi dan grafis yang dinilai tidak sesuai standar industri film animasi modern. Bahkan, beberapa orang membandingkan kualitasnya dengan film animasi lain seperti Jumbo, yang sukses menarik lebih dari 10 juta penonton.
Film ini diproduksi oleh Perfiki Kreasindo di bawah Yayasan Pusat Perfilman H Usmar Ismail. Toto Soegriwo bertindak sebagai produser utama, sementara Endiarto dan Bintang Takari menjadi sutradara sekaligus penulis naskah.
Meski demikian, banyak netizen merasa bahwa film ini justru mengecewakan karena kualitas yang dianggap buruk, meskipun anggaran yang digunakan mencapai hampir Rp7 miliar.
Kritik Netizen Terhadap Film Animasi
Netizen mulai ramai memberikan komentar negatif terhadap film animasi Merah Putih: One For All. Beberapa akun media sosial seperti @pancapradipta 17 dan @cuddleseasonii menyoroti adanya dugaan pemborosan anggaran. Mereka bahkan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas proses produksi film tersebut.
Menurut netizen, penggunaan dana yang besar tetapi hasilnya tidak sesuai harapan menunjukkan adanya ketidaktransparanan. Beberapa netizen juga menyebut bahwa film ini terkesan seperti “cuci uang” yang tidak layak dilakukan.
Akun Instagram Toto Soegriwo, sang produser, juga menjadi target kritik netizen. Setiap unggahan tentang film ini selalu dihiasi komentar yang mengejek dan mengkritik. Hal ini menunjukkan bahwa publik sangat tidak puas dengan kualitas film yang dihasilkan.
Respons Produser Film
Toto Soegriwo, produser film Merah Putih: One For All, memberikan respons atas kritikan yang muncul. Ia menegaskan bahwa tidak ada satu rupiah pun anggaran pemerintah yang digunakan dalam produksi film ini. Menurutnya, semua biaya berasal dari dana swasta atau pendanaan mandiri.
Ia juga mengatakan bahwa ia tidak terlalu peduli dengan kontroversi yang terjadi. Toto berpendapat bahwa para netizen justru lebih pandai dalam memberikan kritik dibandingkan para pemain film. Ia bahkan menyampaikan bahwa banyak pihak yang mendapatkan manfaat dari viralnya film ini.
Sementara itu, Sonny Pudjisasono, produser eksekutif film tersebut, memberikan tanggapan yang lebih detail. Ia mengungkapkan bahwa total biaya produksi sebenarnya melebihi angka Rp6,7 miliar. Biaya tersebut hanya mencakup tim animator dan perlengkapan produksi, belum termasuk gala premiere.
Sonny menjelaskan bahwa pembuatan film ini dilakukan secara gotong royong dengan niat berkontribusi pada bangsa dan negara. Ia menekankan bahwa tujuan awal film adalah untuk memberikan sumbangsih pada perayaan 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
Tujuan Film dan Pengambilan Genre
Sonny juga menjelaskan alasan memilih genre film animasi anak. Menurutnya, dunia perfilman Indonesia saat ini didominasi oleh genre film dewasa dan horor. Oleh karena itu, ia ingin menyajikan alternatif yang bisa dinikmati oleh anak-anak, terutama dalam momen HUT ke-80 RI.
Ia tidak terlalu khawatir tentang balik modal dari film ini. Baginya, niat awal film adalah bentuk kontribusi bagi bangsa, bukan sekadar untuk keuntungan finansial. Jika film ini sukses ditonton, maka itu akan menjadi kebahagiaan tersendiri. Namun, jika tidak, ia tetap percaya bahwa film ini telah memberikan sesuatu yang berharga.
Proses Produksi Film
Sonny juga membantah klaim bahwa film ini baru saja diproduksi beberapa bulan terakhir. Ia menyatakan bahwa proses penggodokan film ini sudah dimulai setahun lalu. Standar pembuatan film biasanya membutuhkan waktu setahun, dan proses pasca-produksi memakan waktu sekitar tiga bulan hingga dua bulan.
Ia menekankan bahwa film ini merupakan keterpanggilan sebagai warga negara dan pekerja kreatif perfilman Indonesia. Tujuannya adalah untuk memberikan sesuatu yang berarti dalam rangka memperingati 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Kesimpulan
Film animasi Merah Putih: One For All masih menjadi topik perdebatan yang hangat. Meskipun memiliki niat baik, kualitas yang dihasilkan masih menjadi pertanyaan besar.
Netizen tetap menginginkan transparansi dan etika dalam produksi film, terutama karena anggaran yang besar digunakan. Semoga film ini bisa menjadi contoh bagaimana film animasi dapat memberikan dampak positif bagi bangsa.