Krisis Sampah Mengancam Yogyakarta, PGN Bantu Pemkot dengan 50 Gerobak dan Insinerator

Peran Penting Pengelolaan Sampah di Yogyakarta

YOGYAKARTA – Yogyakarta kini menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah. Setiap hari, sebanyak 300 ton sampah dihasilkan, dengan sekitar 60 persen di antaranya merupakan sampah organik dari rumah tangga.

Kondisi ini semakin memperparah beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, yang menjadi satu-satunya tempat pembuangan akhir bagi wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kapasitas TPA ini nyaris penuh sejak beberapa tahun terakhir.

Krisis ini bukan hanya tentang jumlah sampah yang meningkat, tetapi juga perubahan perilaku masyarakat dan tata kelola yang tidak sesuai. Kota yang dikenal rapi dan berbudaya ini kini harus menghadapi tantangan baru: bagaimana mengelola sampah secara efektif di tengah keterbatasan lahan dan infrastruktur.

Sebagai bentuk dukungan konkret, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Subholding Gas Pertamina, memberikan bantuan berupa 50 gerobak sampah dan satu unit insinerator kepada Pemerintah Kota Yogyakarta.

Bantuan ini merupakan bagian dari upaya mendukung program MAS JOS (Masyarakat Jogja Olah Sampah), sebuah gerakan warga yang mendorong pengelolaan sampah sejak sumbernya. Program ini menjadi strategi Pemkot untuk mengurangi ketergantungan pada TPA.

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menyampaikan bahwa pengelolaan sampah menjadi isu yang semakin mendesak. “Keterlibatan perusahaan dalam urusan lingkungan adalah langkah strategis. Bantuan PGN ini mendukung percepatan pengelolaan sampah di tingkat warga,” ujarnya.

Hasto menegaskan bahwa tanpa perubahan dari tingkat rumah tangga, volume sampah yang diangkut setiap hari akan terus meningkat dan memperpendek umur TPA.

Program MAS JOS, katanya, bukan sekadar kampanye kebersihan, tetapi gerakan sosial untuk mendorong warga memilah dan mengolah sampah sebelum sampai ke tempat pembuangan.

Salah satu bantuan penting dari PGN adalah unit insinerator berkapasitas 1–3 ton per hari. Fasilitas ini digunakan untuk membakar sampah pada suhu tinggi dengan pengendalian emisi.

Insinerator ini diharapkan menjadi solusi sementara untuk sampah residu yang tidak bisa didaur ulang, sekaligus mengurangi beban kiriman sampah ke TPA Piyungan.

Menurut Santiaji Gunawan, Direktur Utama PT Gagas Energi Indonesia (anak usaha PGN), inisiatif ini merupakan bagian dari komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan lingkungan.

“Kami ingin menghadirkan solusi yang bermanfaat, bukan hanya lewat energi bersih, tapi juga dukungan nyata terhadap pengelolaan sampah,” kata Santiaji.

Selain insinerator, PGN juga menyalurkan gerobak sampah untuk kelurahan dan komunitas warga, dilengkapi ember penampung agar proses pengumpulan dari rumah tangga lebih efisien. Keterlibatan PGN dalam isu lingkungan tidak berhenti di pengelolaan sampah saja.

Perusahaan juga memperluas jaringan gas bumi (jargas) di wilayah DIJ, termasuk Kabupaten Sleman, yang kini melayani hingga 12.900 pelanggan. Langkah ini diklaim sejalan dengan upaya mengurangi emisi karbon dan memperkuat transisi menuju energi bersih dan efisien.

“Sinergi antara energi bersih dan pengelolaan sampah adalah kunci mewujudkan kota hijau berkelanjutan,” tegas Santiaji. Dengan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan perusahaan, Yogyakarta dapat menciptakan sistem pengelolaan sampah yang lebih baik dan berkelanjutan.