Desakan LBH Bandung untuk Menghentikan Program Makan Bergizi Gratis
BANDUNG – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengeluarkan pernyataan tegas yang menuntut pemerintah pusat dan daerah untuk segera menghentikan total program makan bergizi gratis (MBG).
Tuntutan ini muncul setelah terjadi kejadian keracunan massal yang menimpa sekitar 1.000 siswa di Kabupaten Bandung Barat pada Kamis, 25 September 2025. Peristiwa tersebut menjadi bukti bahwa negara gagal dalam menjaga hak dasar masyarakat atas pangan yang sehat dan aman.
Direktur LBH Bandung, Heri Pramono, menyampaikan bahwa insiden ini bukanlah kasus pertama, melainkan bagian dari rangkaian panjang kejadian serupa yang terjadi di berbagai daerah.
“Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah tegas, maka ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia,” ujar Heri dalam keterangan tertulisnya.
Berdasarkan catatan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), terdapat 5.626 kasus keracunan akibat MBG di 16 provinsi sejak 17 Januari hingga 18 September 2025.
Sementara itu, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat jumlah korban meningkat drastis dari 1.376 kasus pada akhir Juni menjadi 6.452 kasus pada pekan lalu. Dengan angka ini, Jawa Barat kini menjadi provinsi dengan jumlah kasus keracunan siswa akibat MBG terbanyak di Indonesia.
Di Kabupaten Bandung Barat sendiri, status Kejadian Luar Biasa (KLB) telah diberlakukan sejak 21–25 September 2025. Program MBG awalnya diluncurkan oleh pemerintah sebagai solusi untuk mengatasi stunting dan memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
Namun, realitas di lapangan justru menunjukkan kebalikannya. “Alih-alih menyediakan pangan sehat, MBG justru memicu keracunan massal. Hak anak atas pangan yang aman dan berkualitas jelas dilanggar,” kata Heri.
LBH Bandung menilai bahwa pemerintah gagal melakukan mitigasi risiko meskipun sudah ada regulasi yang mengikat. Pasal 64 ayat (3) UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, misalnya, mewajibkan pemerintah pusat dan daerah menjaga agar bahan makanan memenuhi standar gizi dan keamanan.
Begitu juga dengan Pasal 86 ayat (2) UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012 yang mengatur kewajiban pemenuhan standar keamanan pangan, termasuk dalam program bantuan pemerintah.
LBH Bandung menegaskan bahwa negara harus segera menghentikan distribusi MBG yang dinilai bermasalah, sekaligus memastikan pemulihan bagi korban, baik siswa maupun guru.
“Pemerintah wajib memberikan penanganan medis menyeluruh dan menghentikan distribusi makanan bermasalah. Kegagalan pengawasan ini berpotensi menjadi pelanggaran HAM yang bisa digugat secara hukum,” ujar Heri.
Selain itu, LBH Bandung juga mendorong Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman RI, serta lembaga pengawas independen lain untuk turun tangan menyelidiki kasus keracunan massal MBG.
“Situasi ini darurat. Negara tidak bisa lagi menganggap enteng, melainkan harus menjadikannya prioritas utama dalam kebijakan publik,” tambah Heri.