Mengapa Mobil RWD Jadi Pilihan Utama dalam Drifting
Jika kamu sering menonton ajang drifting di televisi, kompetisi internasional, atau bahkan film aksi, kamu mungkin sudah tidak asing dengan mobil-mobil yang memiliki penggerak roda belakang atau RWD (Rear Wheel Drive).
Tidak hanya terlihat menarik, mobil RWD juga menjadi pilihan utama bagi para drifter. Ada alasan teknis dan historis yang membuat mobil jenis ini begitu identik dengan seni mengemudi yang satu ini.
Drifting adalah seni mengemudi di mana pengemudi sengaja membuat mobil kehilangan traksi di ban belakang, lalu mengendalikannya dengan presisi menggunakan roda depan. Teknik ini membutuhkan kombinasi antara kecepatan, keterampilan, dan karakter mobil yang sesuai.
Mobil RWD memiliki keunggulan alami untuk menghasilkan oversteer, menjaga kendali, sekaligus memberikan sensasi berkendara yang paling seru ketika selip terjadi. Berikut beberapa alasan mengapa mobil RWD begitu identik dengan drifting.
Roda depan fokus mengarahkan, roda belakang penggerak tenaga
Pada mobil RWD, roda depan hanya bertugas mengarahkan, sedangkan roda belakang menyalurkan tenaga mesin. Pemisahan fungsi ini membuat pengendalian lebih mudah ketika drifting dilakukan.
Seorang drifter bisa memancing oversteer hanya dengan menginjak pedal gas, tanpa harus khawatir roda depan kehilangan kendali. Saat ban belakang mulai selip, roda depan tetap punya cengkeraman penuh untuk menjaga arah mobil.
Berbeda dengan mobil FWD (Front Wheel Drive), di mana roda depan harus bekerja ganda — mengatur arah sekaligus menyalurkan tenaga — sehingga cenderung lebih sulit dikontrol ketika selip.
Sementara itu, mobil AWD (All Wheel Drive) memang bisa drifting, tetapi membutuhkan tenaga besar dan teknik lebih rumit karena distribusi tenaga tersebar ke seluruh roda. Itulah sebabnya RWD dianggap paling ideal untuk drifting.
Kontrol lebih stabil saat selip
Drifting bukan sekadar membuat mobil tergelincir, tetapi bagaimana menjaga mobil tetap stabil di tengah selip. Dengan RWD, roda depan bebas mengatur arah tanpa kehilangan grip terlalu cepat. Hasilnya, drifter bisa mengatur sudut kemiringan mobil lebih leluasa dan menjaga mobil tetap berada di lintasan.
Sebaliknya, mobil FWD lebih sering mengalami understeer, yaitu kondisi ketika mobil sulit berbelok dan justru lurus ke depan saat tikungan. AWD pun memiliki karakter berbeda; ketika selip, mobil bisa sulit ditebak karena semua roda masih mendapat tenaga.
RWD justru memberikan “ruang bermain” lebih besar bagi drifter untuk mengontrol mobil dengan gas, setir, dan rem tangan. Inilah yang membuat drifting dengan RWD terlihat lebih mengalir dan presisi.
Tradisi drifting lahir dari mobil RWD Jepang
Sejarah drifting modern lahir di Jepang pada era 1970–1980-an. Mobil-mobil legendaris seperti Toyota AE86, Nissan Silvia, dan Mazda RX-7 adalah RWD. Para pionir drifting, seperti Keiichi Tsuchiya yang dikenal sebagai “Drift King,” terbiasa dengan mobil-mobil berpenggerak roda belakang tersebut. Akhirnya, budaya drifting melekat erat dengan RWD, hingga menjadikannya standar tak tertulis bagi dunia drifting.
Bahkan hingga sekarang, meski teknologi mobil semakin maju, para drifter tetap setia menggunakan mobil RWD. Selain karena faktor historis, karakter RWD memang terbukti paling cocok untuk menghasilkan drifting yang indah, terkendali, dan memukau penonton. Dengan kata lain, tradisi dan aspek teknis berjalan beriringan membentuk citra RWD sebagai jantung drifting.
Kesimpulan
RWD bukan sekadar soal tradisi, melainkan pilihan teknis terbaik untuk drifting. Sistem ini memungkinkan drifter memancing selip lebih mudah, menjaga kontrol dengan stabil, serta menciptakan manuver dramatis di setiap tikungan.
Jadi, kalau kamu punya mimpi untuk mencoba drifting, tidak heran kalau mobil RWD adalah langkah awal yang harus kamu pertimbangkan. Dengan mobil jenis ini, seni drifting bisa terasa lebih natural, penuh tantangan, sekaligus menyenangkan.