Kritik terhadap Revisi UU P2SK oleh DPR
JAKARTA – Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menyampaikan kekhawatiran terkait langkah yang diambil oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam mengajukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Sikap kritis ini muncul karena adanya kekhawatiran akan semakin kuatnya pengaruh DPR terhadap tiga lembaga strategis, yaitu Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Purbaya mengungkapkan bahwa hingga saat ini ia belum menerima atau mempelajari draf rancangan revisi tersebut. Ia juga mempertanyakan alasan DPR melakukan perubahan terhadap UU P2SK dalam waktu singkat, meskipun aturan tersebut baru saja berlaku sejak tahun 2023.
“Belum masuk ke Kementerian Keuangan. Saya dengar akan diubah, tapi belum masuk ke meja saya. (Tapi) kenapa mesti diubah? Itu kan baru diubah tahun 2023. Kenapa diubah lagi dalam waktu singkat? Berarti yang kemarin salah bikin, atau bagaimana?” ujar Purbaya di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (16/9/2025).
Menurutnya, DPR sebaiknya tidak terburu-buru dalam mengutak-atik UU P2SK. Ia menilai aturan tersebut perlu diberi waktu untuk berjalan penuh sebelum dilakukan evaluasi. “Biar saja berfungsi dulu. Setelah itu kita lihat di mana cacatnya, baru diperbaiki. Jadi menurut saya terlalu dini untuk mengubah UU P2SK,” tegasnya.
Meski demikian, Purbaya tetap membuka ruang untuk menerima masukan terkait revisi aturan tersebut. “Kalau memang ada masukan, tentu akan saya pelajari. Kita lihat nanti apakah perlu diubah atau tidak,” tambahnya.
Mandat BI dan Tantangan yang Muncul
Menanggapi wacana penambahan tugas Bank Indonesia dalam draf revisi, Purbaya mengaku belum mengetahui detailnya. Namun, ia menduga Indonesia ingin meniru model Amerika Serikat yang memberi mandat ganda kepada bank sentral untuk menjaga stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan lapangan kerja.
“Kalau di Amerika kan tiga: stabilitas harga, lapangan kerja, dan pertumbuhan. Mungkin kita mau ikut ke sana,” jelasnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa berdasarkan teori moneter, bank sentral tidak bisa menjalankan semua fungsi sekaligus. Karena itu, BI harus tetap fokus pada tugas utama menjaga stabilitas moneter, meski ada ruang untuk menambah peran terbatas terhadap perekonomian.
“Boleh ditambah sedikit-sedikit fungsinya, tapi jangan harap kebijakan moneter bisa jadi satu-satunya solusi untuk memperbaiki ekonomi. Harus ada koordinasi antara fiskal dan moneter,” kata Purbaya.
Ia menegaskan independensi BI tetap harus dijaga. “BI itu independen, full independen. Jangan anggap pemerintah melakukan intervensi,” pungkasnya.