Mimpi Bermain Saat Tertimbun: Kisah Alfatih yang Selamat di Ponpes Al Khoziny

Pengalaman Traumatis Alfatih Saat Mushala Ambruk

SIDOARJO – Alfatih Cakra Buana, seorang santri berusia 14 tahun asal Desa Sendang Dajah, Kecamatan Labang, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, menjadi salah satu korban yang berhasil selamat dari tragedi ambruknya mushala Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo.

Kejadian tersebut terjadi saat para santri sedang menjalankan salat Ashar. Alfatih menceritakan bagaimana ia berhasil terlindungi oleh timbunan pasir dan seng yang menutupi tubuhnya.

Saat peristiwa terjadi, Alfatih berada di saf tengah bersama teman-temannya. Ia merasakan guncangan seperti gempa yang tiba-tiba menggoyang bangunan.

Tak lama kemudian, mushala lantai tiga tersebut ambruk dan menimpa seluruh santri yang ada di dalamnya. Alfatih mengaku sempat pingsan dan ketika sadar, ia merasa berada dalam kegelapan dengan posisi tubuhnya miring ke kiri.

Ia tidak ingat banyak hal setelah tertimbun. Namun, ia mengingat bahwa dalam mimpi, ia sedang bermain handphone dan bersepeda bersama teman-temannya.

Meski tidak bisa memakan atau minum selama tertimbun, Alfatih merasa minum dalam mimpinya. Saat bangun, ia merasa sangat haus dan bernapas dengan susah payah.

Suara tim penyelamat dan cahaya senter membuat Alfatih sadar bahwa bantuan telah tiba. Ia berhasil keluar dari reruntuhan setelah mendengar suara itu. Alfatih berharap agar teman-temannya yang masih tertimbun bisa segera ditemukan dan diselamatkan.

Tragedi ini terjadi pada Senin dan berlangsung hingga Rabu. Alfatih tertimbun selama tiga hari sebelum akhirnya dievakuasi pada malam Kamis.

Setelah dievakuasi, ia dibawa ke RSUD R.T Notopuro Sidoarjo untuk perawatan. Setelah dirawat selama dua hari, Alfatih diperbolehkan pulang dan kembali ke Bangkalan. Ketika tiba di rumah, ia sempat mengunjungi makam kakek dan neneknya.

Perjalanan Pemulihan Alfatih

Setelah mengalami pengalaman traumatis, Alfatih mulai memulihkan diri. Meskipun kondisi fisiknya stabil, ia masih mengalami efek psikologis dari kejadian tersebut. Keluarganya memberikan dukungan penuh untuk membantu pemulihan mental dan emosionalnya.

Alfatih juga berusaha untuk tetap fokus pada kehidupan sehari-hari. Ia mencoba melanjutkan aktivitas belajar dan beribadah seperti biasanya. Meski begitu, ia sering mengingat kejadian tragis yang menimpanya, terutama saat ia tertimbun di bawah reruntuhan mushala.

Keluarga Alfatih menyampaikan rasa syukur atas keselamatan putra mereka. Mereka juga berharap agar semua korban lainnya dapat segera ditemukan dan diberi perlindungan serta perawatan yang memadai.

Harapan untuk Korban Lain

Alfatih secara khusus berdoa agar teman-temannya yang masih tertimbun dapat segera ditemukan. Ia berharap semoga mereka mendapatkan pertolongan yang cepat dan tepat.

Kejadian ini juga menjadi pengingat bagi semua pihak untuk lebih waspada terhadap risiko bencana dan pentingnya persiapan darurat.

Selain itu, kejadian ini memicu diskusi tentang pentingnya struktur bangunan yang kuat dan aman, terutama di lingkungan pesantren yang sering dijadikan tempat ibadah dan pengajian.

Masyarakat dan pihak terkait diharapkan dapat bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran akan keselamatan dan kesiapan menghadapi bencana alam.

Dengan pengalaman yang dialami Alfatih, harapan besar diucapkan agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Semua pihak diharapkan dapat belajar dari peristiwa ini dan melakukan langkah-langkah preventif untuk melindungi jiwa dan harta benda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *