Sidang Kasus Korupsi ADD Kota Padangsidimpuan, Terdakwa Tuding Aparat Hukum Lakukan “Permainan”
MEDAN – Sidang kasus dugaan korupsi alokasi dana desa (ADD) di Kota Padangsidimpuan kembali menarik perhatian masyarakat. Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Medan, terdakwa mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Ismail Fahmi Siregar, membacakan nota pembelaannya. Ismail mengaku terjebak dalam “permainan hukum” yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Ismail menegaskan bahwa ia tidak bersalah atas tuduhan yang diajukan oleh jaksa. Ia menilai bahwa seluruh proses penyidikan dan penuntutan tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Ia bahkan meminta majelis hakim untuk membebaskannya dari segala tuntutan yang diajukan.
Dana Rp 500 Juta Disebut Titipan untuk Jaksa
Dalam pledoinya, Ismail membantah tuduhan bahwa dana sebesar Rp 500 juta hasil pemotongan ADD digunakan untuk kepentingan pribadi. Menurutnya, uang tersebut justru merupakan titipan yang diberikan atas permintaan Kasi Intel Kejari Padangsidimpuan, Yunius Zega. Ismail mengklaim bahwa dirinya hanya menjalankan instruksi wali kota dan menghubungi beberapa kepala desa untuk mengumpulkan dana tersebut.
“Saya hanya berhasil menyampaikan sebesar Rp 350 juta kepada Yunius Zega melalui sopir,” ujarnya di hadapan majelis hakim. Ismail juga memberikan daftar nama pejabat Pemko Padangsidimpuan yang disebut menerima aliran dana, termasuk Wakil Wali Kota Arwin Siregar, Sekda Letnan Dalimunthe, serta sejumlah camat dan pejabat lainnya. Nominal yang disebutkan bervariasi, mulai dari Rp 2,5 juta hingga Rp 60 juta.
Tudingan Tekanan dari Penyidik
Ismail mengaku mendapat tekanan dari penyidik Kejati Sumut untuk mengubah Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Ia diminta menghapus keterangan mengenai penyerahan uang kepada Yunius Zega. Sebagai imbalannya, Ismail dijanjikan tuntutan ringan jika menuruti permintaan tersebut.
Namun, fakta yang terjadi berbeda. Jaksa Penuntut Umum (JPU) justru menuntut Ismail dengan hukuman 6 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Ismail merasa sangat terkejut karena janji tuntutan ringan hanya menjadi jebakan.
“Ia bahkan tidak diberi kesempatan menghadirkan saksi maupun ahli yang meringankan,” kata Ismail.
Soroti Audit dan Saksi yang Absen
Dalam pledoinya, Ismail menyoroti lemahnya pembuktian kerugian negara. Audit yang digunakan sebagai dasar penuntutan dinilainya tidak sesuai standar. Audit tersebut hanya berdasarkan pengakuan kepala desa tanpa adanya kerugian nyata (actual loss).
Selain itu, Ismail menyebut bahwa jaksa tidak menghadirkan saksi kunci seperti Kepala Badan Keuangan dan beberapa camat yang bisa menjelaskan aliran dana. Ia juga mengkritik saksi ahli dari Inspektorat Kota Padangsidimpuan yang tidak mampu menjelaskan kerugian negara secara jelas.
“Seharusnya dihitung actual loss, tapi yang dipakai hanya pengakuan,” tegasnya.
Akan Laporkan ke Jaksa Agung
Ismail menegaskan bahwa ia tidak akan tinggal diam. Ia berencana melaporkan dugaan penyimpangan dalam penanganan perkara ini ke Jaksa Agung. Ismail menilai bahwa jaksa menutup mata terhadap fakta persidangan. Ia menganggap bahwa tuntutan dibuat bukan berdasarkan aturan hukum, tetapi demi kepentingan pribadi.
Di akhir pledoi, Ismail meminta majelis hakim untuk membebaskannya dari segala tuntutan atau setidaknya memberikan putusan yang seadil-adilnya.