Garuda Indonesia Akan Lakukan Penambahan Modal untuk Perbaikan Kinerja Keuangan
JAKARTA – Garuda Indonesia, salah satu perusahaan penerbangan nasional yang dikelola oleh pemerintah, tengah menghadapi tantangan keuangan yang cukup berat.
Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan akan melakukan penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement senilai Rp30,31 triliun dari Danantara.
Aksi ini diharapkan mampu memperbaiki kinerja keuangan Garuda Indonesia yang saat ini masih tercatat dalam kondisi defisit.
Pada periode yang berakhir 30 Juni 2025, aset Garuda Indonesia mencapai US$6,51 miliar, sedangkan liabilitasnya mencapai US$8,01 miliar. Akibatnya, ekuitas negatif perusahaan mencapai US$1,49 miliar.
Selain itu, Garuda Indonesia juga membukukan rugi bersih sebesar US$143,7 juta atau setara dengan Rp2,33 triliun pada semester pertama tahun 2025. Rugi tersebut meningkat 41,36% secara tahunan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Untuk memperbaiki situasi keuangan, Garuda Indonesia akan menerima dana sebesar Rp30,31 triliun melalui dua skema. Pertama, Danantara akan menyetorkan uang tunai sebesar US$1,44 miliar atau Rp23,66 triliun.
Kedua, konversi pinjaman pemegang saham menjadi saham baru sebesar US$405 juta atau Rp6,65 triliun. Sebelum pelaksanaan, Garuda Indonesia harus meminta persetujuan pemegang saham melalui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 12 November 2025.
Tujuan dari aksi tambah modal ini adalah untuk memperbaiki nilai ekuitas secara konsolidasi dan meningkatkan likuiditas perusahaan. Dengan demikian, struktur permodalan akan lebih kuat dan beban utang dapat dikurangi.
Hasil proforma setelah transaksi, aset Garuda Indonesia diproyeksikan meningkat menjadi US$7,95 miliar, sementara liabilitas akan menyusut menjadi US$7,6 miliar.
Ekuitas juga akan berubah menjadi positif sebesar US$349,9 juta, serta rasio utang terhadap aset akan turun dari 123% menjadi 96%.
Dampak Positif dari Private Placement
Tim Riset Kiwoom Sekuritas menilai bahwa aksi private placement ini memberikan beberapa dampak positif bagi Garuda Indonesia.
Pertama, ekuitas perusahaan akan kembali positif, yang membuka peluang bagi Garuda Indonesia untuk keluar dari papan pemantauan khusus. Selain itu, likuiditas dan solvabilitas perusahaan akan meningkat, serta beban bunga dan utang akan berkurang.
Secara struktur keuangan, perbaikan rasio utang terhadap ekuitas melalui debt-to-equity swap SHL dan peningkatan ruang pelunasan kewajiban dari dana kas baru akan meningkatkan solvabilitas.
Hal ini juga membuka ruang untuk ekspansi bertahap, seperti peningkatan armada dan rute penerbangan. Namun, perbaikan laba tetap bergantung pada eksekusi operasional dan kondisi pasar.
Tantangan dan Risiko yang Harus Diperhatikan
Meskipun ada harapan positif, Tim Riset Kiwoom Sekuritas juga menyoroti risiko yang mungkin terjadi. Salah satunya adalah dilusi saham akibat penerbitan saham baru.
Selain itu, investor ritel disarankan untuk menunggu kepastian hasil RUPSLB dan realisasi setoran kas atau konversi, serta melihat bukti perbaikan indikator operasional seperti load factor, ketepatan waktu, dan rencana pengembangan armada atau rute.
Pandangan Pengamat BUMN
Herry Gunawan, pengamat BUMN dari Next Indonesia Center, menilai bahwa beban keuangan Garuda Indonesia terutama berasal dari biaya sewa pesawat dan utang.
Oleh karena itu, penting bagi Garuda Indonesia dan Danantara sebagai pemegang saham untuk melakukan negosiasi dengan penyedia pesawat maupun kreditur agar mendapatkan keringanan.
Jika masalah pokok ini tidak diselesaikan, Garuda Indonesia akan kesulitan untuk pulih. Selain itu, Herry menyarankan Garuda Indonesia melakukan restrukturisasi total model bisnisnya, dengan fokus pada operator penerbangan.
Anak-anak usaha di bidang katering atau hotel sebaiknya dilepas. Dengan demikian, Garuda Indonesia dapat membangun ekosistem yang lebih kuat dan berbagi risiko dengan bisnis swasta termasuk UMKM.