Sejarah dan Alasan OJK Mencabut Izin Bank Perekonomian di Deli Serdang

OJK Cabut Izin Usaha Bank Perekonomian Rakyat Disky Surya Jaya

DELI SERDANG – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengambil tindakan terhadap PT Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Disky Surya Jaya yang berada di Jalan Medan – Binjai, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara.

Tindakan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pengawasan yang dilakukan oleh OJK untuk memperkuat industri perbankan.

Kepala OJK Provinsi Sumatra Utara, Khoirul Muttaqien, menyampaikan bahwa pada 2 Agustus 2024, BPR Disky Surya Jaya ditetapkan dalam status Bank Dalam Penyehatan (BDP).

Status ini diberikan karena rasio kewajiban pemenuhan modal minimum (KPMM) perusahaan kurang dari 12%, serta tingkat kesehatan (TKS) memiliki predikat ‘tidak sehat’.

Selanjutnya, pada 31 Juli 2025, OJK menetapkan BPR Disky Surya Jaya dalam status Bank Dalam Resolusi (BDR).

Hal ini dilakukan setelah OJK memberikan waktu yang cukup kepada pemegang saham, dewan komisaris, dan direksi untuk melakukan upaya penyehatan dan mengatasi masalah permodalan serta likuiditas. Namun, pihak tersebut tidak berhasil melakukan penyehatan terhadap BPR tersebut.

Berdasarkan keputusan anggota dewan komisioner bidang program penjaminan simpanan dan resolusi bank nomor 58/ADK3/2025 tanggal 11 Agustus 2025, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menetapkan cara penanganan BPR Disky Surya Jaya dengan melakukan likuidasi. Selain itu, LPS juga meminta OJK untuk mencabut izin usaha BPR Disky Surya Jaya.

Mengikuti permintaan LPS tersebut, OJK melakukan pencabutan izin usaha BPR Disky Surya Jaya berdasarkan Pasal 19 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).

Tren Penurunan Jumlah BPR dan BPRS

OJK menyampaikan bahwa tren penurunan jumlah BPR dan BPR Syariah (BPRS) akan terus berlanjut pada tahun 2025. Hal ini disebabkan oleh konsolidasi perbankan, baik melalui penggabungan entitas dalam satu kepemilikan maupun pencabutan izin usaha terhadap BPR bermasalah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa konsolidasi dilakukan untuk memperkuat struktur industri BPR-BPRS, termasuk penanganan terhadap bank dalam status resolusi.

Meskipun jumlah BPR mengalami penurunan, kinerja industri BPR dan BPRS hingga Maret 2025 tetap tumbuh positif. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan aset, penyaluran kredit, dan dana pihak ketiga (DPK).

Fungsi intermediasi dan likuiditas juga tetap terjaga, dengan rasio permodalan yang masih berada di atas ambang batas regulasi.

Namun, Dian menyebutkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) pada industri BPR masih dipengaruhi oleh efek lanjutan (scarring effect) dari pandemi Covid-19, terutama terhadap nasabah individu dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di daerah yang menjadi fokus utama BPR.

Upaya Pembenahan Regulasi

Untuk mengatasi tantangan ini, OJK terus melakukan pembenahan regulasi sesuai amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Tujuannya adalah memperkuat industri perbankan dan meningkatkan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *