Mendorong Peran Perempuan dalam Ekosistem Digital Nasional
JAKARTA – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Meutya Hafid mengajak perempuan Indonesia di industri teknologi untuk tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga menjadi penggerak utama dalam ekosistem digital nasional.
Ajakan ini disampaikan dalam acara She-Connects Kemkominfo 2025 yang bertema “Perempuan, Digital, dan Aksi Nyata” yang diadakan di Bali pada Jumat, 10 Oktober. Acara ini dihadiri oleh ratusan perempuan dari berbagai kalangan seperti akademisi, wirausaha, dan perwakilan komunitas perempuan di Bali.
Meutya menegaskan bahwa meskipun perempuan memegang hampir separuh dari total pengguna internet di Indonesia, yaitu sekitar 49,1 persen dari 221,56 juta pengguna, kontribusi mereka dalam sektor tenaga kerja teknologi masih sangat rendah. Hanya 27 persen perempuan yang aktif terlibat dalam industri teknologi, jauh di bawah rata-rata global yang mencapai 40 persen.
Tantangan yang Menghambat Partisipasi Perempuan
Meutya menyebutkan beberapa tantangan yang menghambat pemberdayaan perempuan di dunia digital. Antara lain adalah stereotip gender yang masih melekat, kurangnya kepercayaan diri, serta minimnya figur panutan perempuan di bidang teknologi. Ia menekankan pentingnya membangun keberanian dan literasi digital sejak dini.
“Percaya diri harus diajarkan sejak kecil melalui keberanian untuk berbicara dan menyampaikan pendapat. Internet harus digunakan sebagai alat untuk mengakses ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya,” ujarnya.
Langkah Kementerian untuk Peningkatan Partisipasi
Untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam sektor teknologi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berkomitmen untuk memperluas konektivitas inklusif yang berbasis gender.
Selain itu, pihaknya juga menjalankan program mentoring startup perempuan 2025. Tujuannya adalah agar lebih banyak perempuan dapat berdaya secara ekonomi dalam sektor teknologi dan ekonomi kreatif.
Meutya juga menyoroti pentingnya menciptakan ekosistem digital yang adil dan aman bagi perempuan. Hal ini semakin mendesak karena tingginya angka kasus kekerasan berbasis gender online dan konten pornografi anak yang telah ditangani dalam empat tahun terakhir.
Perlindungan Anak di Dunia Digital
Sebanyak 1.902 kasus kekerasan berbasis gender online dan lebih dari 5,5 juta konten pornografi anak telah ditangani dalam empat tahun terakhir. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Tunas perlindungan anak digital. Aturan ini membatasi usia akses media sosial bagi anak-anak.
“Indonesia menjadi negara kedua di dunia setelah Australia yang menerapkan aturan ini. Kami ingin memastikan anak-anak terlindungi dari paparan konten negatif dan adiksi digital,” tambah Meutya.
Kesimpulan
Dengan berbagai inisiatif dan program yang dicanangkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika berupaya memberdayakan perempuan dalam ruang digital. Dari penguatan literasi, pembentukan kepercayaan diri, hingga perlindungan dari ancaman digital, langkah-langkah ini diharapkan mampu membuka peluang yang lebih luas bagi perempuan dalam industri teknologi.
Dengan demikian, perempuan Indonesia bisa menjadi bagian integral dalam pertumbuhan ekosistem digital nasional.