Gubernur Jabar Beri Pernyataan atas Kematian Balita Akibat Cacingan Ekstrem
Kasus kematian Raya (3), seorang balita asal Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, akibat cacingan ekstrem menjadi perhatian serius dari berbagai pihak. Kejadian ini menimbulkan rasa prihatin yang mendalam terhadap kondisi layanan kesehatan dan perlindungan sosial di wilayah tersebut.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyampaikan permintaan maaf atas ketidakmaksimalan pelayanan pemerintah daerah dalam menangani masalah seperti ini. Ia menilai bahwa layanan yang diberikan belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya menjadi prioritas utama.
“Mohon maaf pelayanan pemerintah (Jawa Barat) belum maksimal dan belum mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan,” ujar Dedi dalam akun Instagramnya pada Selasa (19/8/2025). Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Rumah Teduh Sahabat Iin yang cepat tanggap dalam membantu Raya selama proses pengobatan.
Peran Rumah Teduh Sahabat Iin dalam Penanganan Kasus Raya
Rumah Teduh Sahabat Iin memberikan bantuan yang luar biasa dalam menangani kasus Raya. Tim mereka langsung melakukan evakuasi dan memastikan Raya mendapat perawatan intensif di rumah sakit. Meskipun akhirnya Raya meninggal dunia setelah sembilan hari berjuang, aksi Rumah Teduh Sahabat Iin menjadi pembelajaran penting bagi seluruh jajaran pemerintahan di tingkat provinsi hingga RT/RW.
Dedi menekankan bahwa struktur pemerintahan tidak boleh kalah gesit dan cepat dalam melayani masyarakat dibandingkan lembaga-lembaga sosial yang bekerja tanpa gaji dan anggaran negara. Ia mengucapkan terima kasih kepada pengurus, aktivis, serta seluruh jajaran Rumah Teduh Sahabat Iin yang telah memberikan layanan terbaik untuk kepentingan sosial.
Kisah Viral Raya dan Kondisi Keluarganya
Kisah Raya viral setelah diunggah oleh akun Instagram @rumah_teduh_sahabat_iin pada Kamis (14/8/2025). Video yang dipublikasikan menunjukkan bagaimana Raya dievakuasi oleh tim Rumah Teduh, kemudian dirawat di rumah sakit hingga akhirnya meninggal dunia.
Raya pertama kali dievakuasi dari rumahnya pada 13 Juli 2025 dan langsung dibawa ke rumah sakit di Kota Sukabumi. Saat tiba di rumah sakit, Raya dalam keadaan tak sadarkan diri dan langsung dimasukkan ke PICU. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Raya mengidap penyakit cacingan ekstrem dengan ratusan cacing hidup di tubuhnya, bahkan sampai ke otak.
Cacing-cacing tersebut kadang keluar melalui hidung atau mulut Raya dalam keadaan hidup. Setelah sembilan hari berjuang, Raya akhirnya meninggal dunia pada 22 Juli 2025 setelah dalam kondisi koma.
Latar Belakang Rumah Teduh Sahabat Iin
Rumah Teduh Sahabat Iin didirikan oleh Iraningsih Achsien atau lebih dikenal dengan nama Iin Achsien pada tahun 2011. Tujuan pendirian rumah singgah ini adalah untuk membantu pasien-pasien dari kalangan masyarakat kurang mampu yang kesulitan dalam mengakses fasilitas kesehatan.
Iin mengungkapkan bahwa ia terinspirasi karena melihat banyaknya orang miskin yang kesulitan menghadapi penyakit. Ia menyadari bahwa orang sakit dan miskin memiliki penderitaan yang sangat berat, terlebih jika mereka harus merawat anggota keluarga yang sakit dalam waktu lama.
Awalnya, Iin hanya bisa membantu dua hingga tiga pasien. Namun, seiring waktu, kegiatannya mulai dikenal dan mendapatkan dukungan dari donatur. Donasi pertama yang diterima adalah sebesar Rp50 juta, yang digunakan untuk menyewa rumah singgah di Bandung.
Pada 2015, Rumah Teduh Sahabat Iin resmi dijadikan sebagai sebuah yayasan. Hingga saat ini, Rumah Teduh sudah memiliki lebih dari 20 rumah singgah yang tersebar di berbagai wilayah seperti Bandung, Sukabumi, Malang, dan Jakarta.
Kondisi Keluarga Raya
Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi, menjelaskan bahwa kedua orang tua Raya diduga mengalami keterbelakangan mental. Ibu Raya mengalami gangguan jiwa, sedangkan ayahnya menderita TBC. Kondisi ini membuat daya asuh mereka terhadap anaknya kurang optimal.
Raya sering diasuh oleh nenek atau sanak saudaranya. Sejak kecil, ia sering bermain di bawah kolong rumah bersama ayam-ayam, sehingga berpotensi tertular cacingan ekstrem. Karena kondisi keluarga yang tidak mampu, Raya tidak memiliki Kartu Keluarga (KK), Kartu Indonesia Sehat (KIS), maupun BPJS Kesehatan.
Proses administrasi pengobatan Raya terkendala karena tidak adanya dokumen-dokumen penting. Meski Rumah Teduh Sahabat Iin berusaha mengurus ke dinas-dinas terkait, hasilnya nihil. Pengobatan Raya akhirnya ditanggung secara mandiri oleh Rumah Teduh dengan bantuan donatur.
Wardi Sutandi juga mengungkapkan bahwa keluarga Raya sama sekali tidak memiliki KK atau KTP. Meskipun Raya sering keluar masuk klinik dan puskesmas, pihak desa tetap memantau situasi tersebut. Akhirnya, ketika kondisi Raya memburuk, salah satu keluarga melapor ke Rumah Teduh Sahabat Iin dan Raya dijemput menggunakan ambulans.