Persyaratan PPPK Paruh Waktu yang Menyulitkan Honorer
JAKARTA – Sejumlah honorer R2, R3, R4, dan R3T menghadapi tantangan berat dalam proses pengangkatan mereka menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu. Syarat yang diberikan oleh pemerintah daerah (pemda) terbukti mengejutkan dan membuat banyak dari mereka merasa tidak nyaman.
Ketua Umum Aliansi R2 R3 Indonesia, Faisol Mahardika, menyampaikan bahwa banyak honorer atau pegawai non-ASN mengalami tekanan selama proses seleksi PPPK 2024. Hal ini terjadi baik pada tahap 1 maupun tahap 2, di mana pemda masing-masing memberlakukan aturan yang dinilai tidak adil.
Contoh nyata terjadi di Kabupaten Pesawaran, di mana para honorer harus menandatangani surat pernyataan yang mencakup beberapa poin penting, termasuk besaran gaji PPPK paruh waktu.
Faisol menjelaskan bahwa sebelumnya, honorer tersebut digaji sebesar Rp 1 juta per bulan, namun kini dipaksa menerima gaji hanya Rp 350 ribu per bulan sebagai PPPK paruh waktu.
Tidak Bisa Menuntut Gaji yang Lebih Besar
Yang lebih memprihatinkan, para honorer dilarang menuntut gaji yang lebih besar. Jika mereka berusaha melawan, maka nama mereka bisa saja tidak diajukan untuk diangkat sebagai PPPK paruh waktu. Akibatnya, banyak dari mereka memilih untuk menandatangani surat pernyataan tersebut meskipun merasa sakit hati.
Faisol menambahkan, kondisi ini sangat menyesakkan bagi guru honorer dan tenaga pendidik lainnya. Mereka harus menerima gaji yang jauh lebih rendah dibandingkan sebelumnya, padahal sebelumnya sudah mendapatkan penghasilan yang cukup layak.
Kebijakan yang Tidak Sesuai dengan Surat Menteri
Menurut Faisol, kebijakan ini bertentangan dengan surat yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa gaji PPPK paruh waktu tidak boleh lebih rendah daripada gaji saat mereka masih menjadi honorer.
Namun, karena tidak ada alternatif lain, para honorer terpaksa menerima kondisi ini. Faisol berharap agar pemerintah daerah dapat menyesuaikan gaji PPPK paruh waktu sesuai dengan arahan pusat. Ia juga menyoroti bahwa tidak ada batasan waktu untuk sistem PPPK paruh waktu ini.
Masalah Jangka Panjang yang Harus Dicari Solusinya
Faisol menegaskan bahwa jika sistem PPPK paruh waktu terus berlangsung dalam jangka panjang, nasib para honorer akan semakin sulit. Ia berharap pemerintah dapat mencari solusi yang lebih adil dan layak bagi mereka.
Dengan situasi ini, Faisol mengajak pemerintah daerah untuk lebih peka terhadap kebutuhan para honorer. Pengangkatan sebagai PPPK paruh waktu seharusnya memberikan manfaat, bukan malah menambah beban hidup mereka.
Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan benar-benar bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi para honorer yang telah berkontribusi dalam berbagai bidang.