Tindakan dan Pernyataan Anggota DPR yang Menyulut Kemarahan Rakyat

Kritik Menguat terhadap DPR RI: Tunjangan Fantastis dan Pemanggilan Kembali Kinerja

JAKARTA – Sejak Agustus 2025, jagat media sosial di Indonesia dipenuhi berbagai suara kritik terhadap lembaga legislatif. Seruan seperti “Bubarkan DPR!” muncul secara masif di berbagai platform.

Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap wakil rakyat yang bertugas di Senayan mulai memudar akibat kekecewaan yang dirasakan oleh masyarakat.

Kritik terhadap DPR bukanlah hal baru. Namun, isu tentang gaji dan tunjangan anggota dewan telah menjadi perbincangan utama dalam beberapa bulan terakhir. Masalah ini semakin memanas setelah Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir memberikan pernyataan yang keliru mengenai kenaikan tunjangan para legislator.

Pada Selasa (19/8/2025), Adies menyebut bahwa tunjangan beras untuk anggota dewan mencapai Rp 10 juta dan naik menjadi Rp 12 juta per bulan.

Ia juga menyatakan bahwa tunjangan bensin meningkat dari Rp 3 juta menjadi Rp 7 juta. Pernyataan tersebut langsung memicu amarah publik karena dianggap tidak sesuai dengan kondisi ekonomi yang sulit bagi rakyat.

Keesokan harinya, Adies segera mengklarifikasi pernyataannya. Dia mengaku salah dalam menyampaikan data dan menjelaskan bahwa tunjangan beras hanya Rp 200.000 per bulan dan tidak berubah sejak 2010.

Tunjangan bensin tetap sebesar Rp 3 juta, sementara gaji pokok sekitar Rp 6,5 juta per bulan. Meski begitu, penjelasan ini tidak sepenuhnya meredakan kemarahan publik yang sudah membayangkan besarnya “take home pay” anggota DPR.

Adies juga mengakui bahwa anggota DPR kini mendapat tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan sebagai pengganti fasilitas rumah dinas yang tidak lagi tersedia.

Nafa Urbach dan Komentar yang Menimbulkan Kontroversi

Tidak lama setelah klarifikasi Adies, Nafa Urbach, artis yang kini menjadi anggota DPR Komisi IX dari Fraksi NasDem, menuai sorotan. Ia menyampaikan dukungan terhadap tunjangan perumahan Rp 50 juta per bulan.

Ia menyatakan bahwa anggota DPR berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan harus menyewa rumah dekat Senayan untuk memudahkan akses ke gedung DPR.

Namun, pernyataan Nafa justru memicu kritik tajam dari publik. Banyak orang menganggap ia gagal memahami situasi masyarakat yang tengah mengalami kesulitan ekonomi. Akhirnya, Nafa meminta maaf melalui Instagram Story dan berjanji akan belajar dari kritik tersebut.

Ucapan Kasar Sahroni dan Reaksi Publik

Selanjutnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Syahroni membuat pernyataan yang memperkeruh suasana. Ia menyampaikan pendapat pedas kepada publik yang mengkritik DPR.

Ia menyebut bahwa orang yang mengatakan “bubarkan DPR” adalah orang tolol se-dunia. Ucapan ini memicu gelombang kecaman baru dari masyarakat.

Syahroni menegaskan bahwa publik memiliki hak untuk menyampaikan kritik, tetapi harus dilakukan dengan cara yang lebih sopan. Ia juga menekankan bahwa DPR tetap bekerja dan berempati terhadap rakyat meskipun belum tentu sempurna.

Eko Patrio dan Parodi yang Memancing Kritik

Eko Patrio, anggota DPR sekaligus mantan komedian, kembali memancing kritik dengan mengunggah parodi sebagai operator Sound Horeg. Unggahan ini dianggap menantang rakyat yang sedang mengkritik DPR. Video Eko yang viral saat berjoget dalam Sidang Tahunan MPR 2025 juga memicu reaksi negatif.

Eko kemudian meminta maaf, mengklaim bahwa video tersebut dibuat dalam rangka pembubaran panitia 17 Agustus-an. Meski begitu, banyak warganet tetap menilai sikapnya tidak empatik.

Demonstrasi Besar dan Kekacauan

Puncak kekecewaan publik terjadi pada Senin (25/8/2025) ketika ribuan demonstran memenuhi kawasan Senayan. Poster-poster tuntutan seperti “DPR: Dewan Pembeban Rakyat”, “Bubarkan DPR”, hingga “Stop Komersialisasi Pendidikan” dibentangkan.

Aksi awalnya damai, tetapi berujung ricuh setelah aparat memukul mundur massa dari depan Gedung DPR/MPR.

Tindakan represif aparat seperti menyemprotkan air dan menembakkan gas air mata memicu kerusuhan. Fasilitas umum rusak, motor dibakar, dan pos polisi menjadi sasaran amukan massa.

Penilaian dari Pakar: Tunjangan Tidak Sebanding dengan Kinerja

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai bahwa sikap anggota DPR yang menyetujui tunjangan perumahan menjadi bukti bahwa mereka kehilangan sense of crisis.

Ia menyarankan agar DPR lebih prihatin dan menggunakan fasilitas rumah dinas yang masih bagus.

Lucius juga menyoroti bahwa besar tunjangan dan gaji DPR tidak sebanding dengan kinerja lembaga tersebut. Dari 42 RUU prioritas tahun 2025, DPR baru mengesahkan satu RUU, yaitu revisi UU TNI. Sementara 13 RUU lain yang disahkan berasal dari daftar kumulatif terbuka.

Menurut Lucius, dengan tunjangan besar yang diterima, DPR seharusnya bekerja maksimal demi rakyat. Sayangnya, tunjangan itu justru memanjakan anggota DPR.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *