Video yang viral di media sosial menampilkan seorang wanita bernama Jessica Radcliffe diserang paus orca sedang menjadi perbincangan hangat.
Dalam tayangan tersebut, terlihat seekor paus pembunuh menarik sang pelatih perempuan ke dalam kolam saat pertunjukan, diiringi teriakan panik penonton. Banyak warganet mengira insiden itu benar-benar terjadi dan berakhir tragis.
Beberapa unggahan menambahkan cerita dramatis bahwa darah menstruasi korban memicu perilaku agresif sang orca. Namun, setelah dilakukan penelusuran fakta, ternyata seluruh klaim tersebut tidak benar.
Tidak ditemukan nama Jessica Radcliffe dalam daftar pelatih taman laut mana pun. Bahkan, lokasi “Pacific Blue Marine Park” yang disebut dalam video juga tidak pernah ada. Tidak ada satu pun laporan resmi atau berita kredibel yang mengonfirmasi peristiwa itu.
Ahli pemeriksa fakta menjelaskan bahwa video tersebut hasil penggabungan rekaman lama dengan efek audio dan visual tambahan. Beberapa bagian bahkan dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) agar tampak lebih realistis.
Kepada Forbes, pakar digital menyebut video ini memiliki tanda-tanda khas hasil manipulasi AI. Mulai dari detail gerakan tubuh yang kurang alami, pencahayaan yang tidak konsisten, hingga narasi yang seharusnya menjadi berita internasional jika benar terjadi.
Meski palsu, video itu telah ditonton jutaan kali di TikTok, Instagram, dan Facebook. Di TikTok, tagar #JusticeForJessica sempat trending, menampilkan potongan gambar dan cuplikan “serangan” yang dibuat-buat tersebut.
Fenomena ini kembali membuktikan bagaimana konten hoaks bisa dengan cepat viral di era media sosial. Apalagi dengan kemudahan pembuatan video palsu berkat teknologi AI, misinformasi semakin sulit dibendung.
Forbes dan Hindustan Times sama-sama menegaskan tidak pernah ada pelatih orca bernama Jessica Radcliffe. “Kalau kejadian itu nyata, pasti sudah jadi berita besar di seluruh dunia,” tulis Forbes.
Kasus ini mengingatkan publik pada insiden nyata di masa lalu. Pada 2010, Dawn Brancheau, pelatih senior SeaWorld Orlando, tewas diserang seekor orca bernama Tilikum saat pertunjukan. Tragedi itu diabadikan dalam film dokumenter “Blackfish” pada 2013.
Setahun sebelumnya, Alexis Martinez, pelatih asal Spanyol, meninggal setelah seekor orca bernama Keto menabraknya saat sesi latihan. Kedua kasus itu menjadi pelajaran tentang risiko bekerja dengan mamalia laut besar di penangkaran.
Meski dikenal sebagai “paus pembunuh”, orca sejatinya jarang menyerang manusia di alam liar. Mereka merupakan hewan cerdas yang biasanya hidup berkelompok dan berburu secara terkoordinasi.
Di penangkaran, interaksi intensif dengan manusia serta kondisi lingkungan yang berbeda dapat memicu perilaku agresif. Karena itu, industri hiburan laut kerap menuai kritik dari pecinta satwa dan pemerhati lingkungan.
Para ahli menyarankan masyarakat untuk tidak langsung mempercayai video viral di media sosial. Pemeriksaan sumber berita, pengecekan fakta, dan skeptisisme sehat penting agar tidak terjebak dalam jebakan hoaks.
Selain itu, platform seperti TikTok dan Facebook diharapkan lebih aktif mendeteksi serta menandai konten yang terbukti palsu. Teknologi AI bisa menjadi pedang bermata dua—mampu menciptakan inovasi, tetapi juga berpotensi menyebarkan kebohongan dengan cepat.
Kasus Jessica Radcliffe mungkin fiksi, tetapi dampak psikologis dan persepsi publik yang ditimbulkannya nyata. Di tengah derasnya arus informasi digital, literasi media menjadi kunci menghadapi era AI.