Bank Indonesia Mulai Agresif Membeli SBN, Tapi Ada Risiko yang Perlu Diperhatikan
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) semakin aktif dalam membeli surat berharga negara (SBN) di tengah upaya mendukung program pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Langkah ini memberikan ruang likuiditas bagi pemerintah untuk membiayai berbagai proyek besar. Namun, ekonom mengingatkan adanya tiga risiko utama dari kebijakan tersebut.
Pertama: Potensi Fiscal Dominance
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M. Rizal Taufikurahman, mengatakan bahwa pembelian SBN oleh BI hingga Rp200 triliun pada awal September 2025 memberikan ruang fiskal yang lebih luas. Namun, ia menilai kebijakan ini juga memiliki risiko.
Salah satu risiko utama adalah munculnya persepsi bahwa BI terlalu terpengaruh oleh kebijakan fiskal pemerintah. Hal ini bisa menimbulkan kesan bahwa instrumen moneter tidak lagi independen, sehingga berpotensi menurunkan kepercayaan investor terhadap stabilitas jangka panjang.
Kedua: Pengurangan Kedalaman Pasar
Pembelian masif SBN oleh BI memang membantu menjaga yield obligasi tetap stabil. Namun, hal ini juga menyebabkan sebagian besar SBN terserap oleh bank sentral, bukan oleh investor swasta atau asing. Akibatnya, proses penentuan harga pasar (price discovery) menjadi kurang optimal, meningkatkan volatilitas ketika ada guncangan eksternal.
Selain itu, investor global mungkin merasa khawatir terhadap likuiditas pasar, sehingga berpotensi mengakibatkan arus modal asing keluar yang lebih besar.
Ketiga: Tekanan Inflasi dan Depresiasi Rupiah
Injeksi likuiditas melalui pembelian SBN dalam jumlah besar dapat memperlonggar kondisi moneter, terutama jika tidak diimbangi dengan kebijakan sterilisasi yang memadai. Jika kebijakan fiskal terus ekspansif dan moneter terlalu akomodatif, tekanan inflasi maupun depresiasi rupiah bisa bergerak lebih cepat.
Rizal menegaskan bahwa kebijakan ini memberi keuntungan jangka pendek berupa ruang fiskal, tetapi membawa risiko jangka panjang terhadap kredibilitas moneter, kedalaman pasar, dan stabilitas harga.
BI Sudah Membeli SBN Sebesar Rp200 Triliun
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo melaporkan bahwa otoritas moneter telah membeli SBN dari pasar sekunder hingga Rp200 triliun. Pembelian ini dilakukan sebagai bagian dari sinergi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mendukung program-program pemerintah.
Salah satu program yang didanai melalui pembelian SBN adalah Asta Cita, yang mencakup berbagai program ekonomi kerakyatan seperti perumahan rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih. Selain itu, BI juga melakukan burden sharing atau pembagian beban bunga dengan pemerintah, yang sudah dimulai sejak 2020 saat pandemi Covid-19 melanda.
Kebijakan Lain yang Diterapkan BI
Selain pembelian SBN dan penurunan suku bunga, BI juga memberikan insentif likuiditas makroprudensial kepada perbankan agar dapat mendorong penyaluran kredit. Insentif ini diberikan terutama kepada sektor-sektor prioritas pemerintah yang sejalan dengan program Prabowo.
Sejauh ini, BI telah memberikan insentif sebesar Rp384 triliun untuk sektor-sektor seperti investasi pertanian, perumahan, UMKM, dan ekonomi inklusif. Angka ini meningkat dari data sebelumnya, yaitu sebesar Rp186,06 triliun pada 19 Agustus 2025.
Pembelian SBN oleh BI terdiri dari dua bagian, yaitu pembelian dari pasar sekunder sebesar Rp137,8 triliun dan pasar primer dalam bentuk surat perbendaharaan negara (SPN) termasuk syariah sebesar Rp48,26 triliun. Kebijakan ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.