53 Tahun Menunggu Berkah Mangkoso: Kisah Inspiratif Pengusaha Papua Haji Abidin Syam

Kehidupan Haji Abidin Syam: Dari Kegelapan Hingga Berkah yang Menanti

Haji Abidin Syam, seorang tokoh yang telah berusia 80 tahun, memiliki kisah hidup yang penuh makna. Ia dikenal sebagai salah satu donatur utama dalam pembangunan Masjid Raya Ahlussuffah di Kampus 2 Putra Nurul Jihad Tonrongnge. Saat acara peletakan batu pertama, ia hadir dan secara langsung menempatkan batu pertama tersebut sebagai tanda dimulainya proyek besar ini.

Dalam kesempatan itu, Haji Abidin Syam menyampaikan pesan penting tentang keberadaan berkah. “Saya hanya ingin menyakinkan kita semua, terutama anak-anakku yang tadi dilepas berangkat melanjutkan kuliah di Mesir, bahwa berkah itu ada, meski kadang kita harus menunggu datangnya.” Kalimat itu keluar dari mulutnya yang bergetar, dengan mata yang basah karena haru.

Ia mengungkapkan bahwa dirinya harus menunggu selama 53 tahun untuk merasakan berkah tersebut. Ini adalah pengalaman pribadi yang sangat mendalam dan mungkin bisa menjadi pelajaran bagi banyak orang.

Perjalanan Hidup yang Penuh Tantangan

Haji Abidin Syam lahir dan dibesarkan di Barru. Ia memulai pendidikannya di Pesantren DDI Mangkoso pada tahun 1958. Meskipun belajar di bawah bimbingan Anregurutta Faried Wadjedy dan Anregurutta H Amberi Said, ia tidak sampai tamat. Setelah itu, ia merantau ke Kalimantan dan Papua, menjelajahi hampir seluruh wilayah di sana.

Selama bertahun-tahun, ia menghadapi berbagai tantangan hidup. Dengan kondisi ekonomi yang sulit, ia melakukan berbagai pekerjaan kasar, seperti kuli bangunan, penjual minyak tanah, dan tukang reparasi arloji. Meskipun begitu, ia tetap menjalani pekerjaan tersebut dengan cara yang halal.

Pada masa-masa sulit tersebut, ia sering ragu apakah berkah benar-benar ada. Namun, ia percaya bahwa perlahan-lahan, segala sesuatu akan berubah.

Kembali Ke Akar dan Menemukan Makna

Pada tahun 2013, ia bertemu kembali dengan Anregurutta Mangkoso, AGH M Faried Wadjedy, dalam sebuah acara DDI di Merauke Papua. Saat itulah ia memperkenalkan diri dan mencium tangan Anregurutta, sebuah tradisi yang dilakukan oleh santri sebagai bentuk penghormatan.

Sejak saat itu, hubungan antara Haji Abidin Syam dan Anregurutta semakin erat. Ia sering mengundang Anregurutta ke Papua, baik untuk acara keluarga maupun acara di Pesantren DDI. Dalam waktu singkat, ia merasakan perubahan besar dalam hidupnya. Usahanya berkembang pesat, dan ia menyadari bahwa inilah berkah yang selama ini ia tunggu-tunggu.

Kembali Ke Kampung Halaman dan Kebahagiaan Baru

Setelah beberapa tahun, Haji Abidin Syam kembali ke kampung halamannya di Barru. Ia mulai meninggalkan dunia bisnis dan menyerahkan pengelolaan usaha kepada anak-anaknya. Ia ingin fokus pada amal ibadah, terutama ibadah sosial.

Ia membangun masjid di dekat rumahnya dan mulai terlibat langsung dalam pembangunan sarana dan prasarana di almamaternya, Pondok Pesantren DDI Mangkoso. Tidak perlu proposal atau promosi, ia langsung membantu ketika Anregurutta menyampaikan kebutuhan pesantren.

Banyak Donasi Tanpa Harapan Balas Jasa

Beberapa proyek besar yang ia bantu antara lain pembangunan masjid di Kampus 3, Ma’had ‘Aly, dan yang terbaru adalah Masjid Raya Ahlussuffah di Kampus 2 Putra Tonrongnge. Bahkan, sehari sebelum peletakan batu pertama, ia menyerahkan cek senilai Rp10 Miliar kepada Anregurutta Mangkoso.

Tidak hanya itu, ketika mobil Anregurutta mengalami kerusakan akibat tertabrak, ia langsung menyerahkan mobilnya, Toyota Fortuner, untuk digunakan oleh Anregurutta. Mobil itu digunakan untuk berkeliling menebar dakwah hingga saat ini.

“Hanya tiga bulan setelah saya menyerahkan mobil ke Anregurutta, Allah SWT langsung menggantinya dengan Toyota Alphard yang saya pakai sekarang,” ujar Haji Abidin Syam. Ia menyadari bahwa Allah memberinya sesuatu yang lebih baik dan juga kemudahan dalam hidupnya.

Pelajaran Penting Dari Seorang Tokoh

Dalam acara peletakan batu pertama, Haji Abidin Syam menyampaikan pesan penting tentang keikhlasan dan berkah. Ia menegaskan bahwa berkah pasti ada, meskipun seringkali kita harus menunggu.

Kata-kata yang keluar dari mulutnya yang bergetar menunjukkan bahwa isi hatinya penuh dengan keikhlasan. Mulut hanya tempat keluarnya kalimat, namun yang bicara sebenarnya adalah hati yang ikhlas.

Acara ini menjadi bagian dari Peringatan Hari Santri Nasional Tahun 2025 tingkat Provinsi Sulawesi Selatan. Bagi DDI Mangkoso, acara ini memiliki makna yang sangat dalam dan menjadi kado terindah untuk para santri, pembina, dan alumni.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *