80 Tahun, 2.000 Ledakan Nuklir, Dampak yang Masih Dirasakan

Sejarah dan Dampak Senjata Nuklir yang Masih Terasa Hingga Kini

JAKARTA – Sejak awal abad ke-20, senjata nuklir telah menjadi salah satu ancaman terbesar bagi kemanusiaan. Lebih dari 2.000 uji coba senjata nuklir telah dilakukan dalam 80 tahun terakhir, dan dampaknya masih terasa hingga saat ini.

Penggunaan senjata nuklir pertama kali terjadi ketika Amerika Serikat (AS) menjatuhkan dua bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada akhir Perang Dunia II. Sejak saat itu, negara-negara lain mulai mengembangkan senjata nuklir yang semakin kuat seiring perkembangan teknologi.

Pengujian senjata nuklir terus berlangsung hingga tahun 1996, dengan sejumlah negara melakukan uji coba seperti AS, Perancis, China, Inggris, India, Pakistan, Rusia (Uni Soviet), dan Korea Utara.

Uji coba ini sering dilakukan di wilayah tertentu, seperti Nevada dan Kepulauan Marshall untuk AS. Proses pengujian ini dilakukan sebelum adanya perjanjian internasional yang mengatur dan membatasi penggunaan senjata nuklir.

Hanya Korea Utara yang melakukan uji coba senjata nuklir di abad ke-21, terakhir kali pada tahun 2017. Setelah itu, tidak ada lagi uji coba atmosfer yang dilakukan sejak tahun 1980. Namun, meskipun pengujian berhenti, dampak jangka panjang dari senjata nuklir masih terasa hingga hari ini.

Dampak pada Kesehatan Masyarakat

Salah satu dampak terbesar dari senjata nuklir adalah kerusakan kesehatan masyarakat. Banyak korban yang tinggal di dekat lokasi uji coba atau ledakan nuklir mengalami masalah kesehatan, terutama kanker.

Contohnya adalah Mary Dickson, yang tumbuh besar di Salt Lake City, Utah pada 1950-an hingga 1960-an. Dickson termasuk di antara banyak anak sekolah yang diajarkan cara bertahan jika terjadi perang nuklir. Saat itu, ia tidak menyadari bahwa uji coba nuklir sedang berlangsung di Nevada, negara bagian tetangga.

Dickson sendiri menderita kanker tiroid, sementara kakak perempuannya meninggal karena lupus di usia 40-an. Adik perempuannya juga mengalami kanker usus yang menyebar ke bagian tubuh lain.

Keponakan-keponakannya juga mengeluhkan masalah kesehatan terkait paparan radiasi. Meskipun tidak semua kasus dikaitkan secara langsung dengan radiasi nuklir, paparan tersebut umumnya meningkatkan risiko kanker.

“Sungguh menghancurkan. Saya tidak bisa menghitung berapa banyak teman saya yang kanker mereka kambuh lagi,” kata Dickson. “Kerusakan psikologisnya tidak kunjung hilang. Anda menghabiskan sisa hidup Anda mengkhawatirkan setiap benjolan, setiap rasa sakit (berarti) kambuh lagi.”

Dampak Lingkungan

Selain merusak kesehatan manusia, uji coba senjata nuklir juga memiliki konsekuensi lingkungan yang signifikan. Antara 1946 dan 1958, AS melakukan 67 uji coba nuklir di Kepulauan Marshall, yang setara dengan 7.232 bom Hiroshima.

Penduduk Kepulauan Marshall dipaksa pindah ke AS, dan beberapa di antaranya belum kembali ke tanah air mereka meski ada upaya pada 1970-an dan 1980-an.

Lima pulau hancur sebagian atau seluruhnya akibat uji coba nuklir, dan sebagian Kepulauan Marshall masih terkontaminasi hampir 70 tahun kemudian. Peneliti dari Universitas Columbia, Ivana Nikolic Hughes, menemukan kadar isotop radioaktif Cesium-137 dalam makanan.

Isotop ini mirip dengan kalium dan dapat menumpuk di tanaman, termasuk kelapa yang dimakan oleh kepiting di pulau-pulau tersebut.

Kehancuran Total Kota

Dampak terburuk dari senjata nuklir adalah kehancuran total sebuah kota. Pada akhir Perang Dunia II, AS menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Serangan di Hiroshima terjadi pada 6 Agustus 1945, dan di Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Selain kerusakan fisik yang parah, ratusan ribu penduduk kedua kota tersebut menjadi korban tewas.

Laporan menyebutkan bahwa 135.000 orang di Hiroshima dan 64.000 orang di Nagasaki tewas akibat bom atom tersebut. Dampaknya tidak hanya terasa pada saat itu, tetapi juga berlanjut hingga hari ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *