Ahli Hidrologi Bocorkan Penyebab Utama Banjir Semarang

Banjir di Semarang: Momentum Evaluasi Sistem Manajemen Air

SEMARANG – Banjir yang terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah, selama lebih dari sepuluh hari menimbulkan banyak dampak. Dalam kejadian ini, empat korban jiwa dilaporkan tewas, termasuk tiga anak-anak.

Selain itu, sebanyak 22.653 kepala keluarga atau 47.646 jiwa terdampak oleh banjir tersebut. Situasi ini menjadi alarm bagi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem manajemen air di wilayah pesisir utara Jawa (Pantura).

Ahli Hidrologi dari Universitas Semarang (USM), Edy Susilo, menjelaskan bahwa genangan air yang berkepanjangan di kawasan Kaligawe dan sekitarnya bukan hanya disebabkan oleh curah hujan tinggi, tetapi juga karena kondisi sistem pompa yang tidak berfungsi secara optimal.

Menurutnya, meskipun rob adalah fenomena alami yang sudah rutin terjadi, banjir akibat hujan seperti saat ini memiliki penyebab utama pada pengoperasian pompa.

“Di beberapa titik seperti Kaligawe, air seharusnya bisa langsung dibuang ke laut melalui pompa. Namun, karena beberapa pompa mengalami kerusakan, proses pengeringan banjir menjadi tertunda,” ujarnya.

Edy menyambut baik langkah pemerintah dalam menurunkan pompa tambahan untuk mempercepat surutnya air. Namun, ia menilai bahwa upaya darurat seperti ini tidak cukup untuk mengatasi masalah jangka panjang.

Ia menegaskan bahwa diperlukan perencanaan yang matang dan berkelanjutan agar tidak terjadi lagi situasi serupa di masa depan.

Alih Fungsi Lahan sebagai Penyebab Utama

Menurut Edy, penyebab utama banjir di wilayah perkotaan seperti Semarang adalah alih fungsi lahan yang masif. Pembangunan infrastruktur dan perumahan telah mengurangi luas lahan terbuka dan area resapan air. Akibatnya, aliran air permukaan meningkat sementara kemampuan tanah untuk menyerap air menurun.

Ia menyoroti bahwa pemerintah telah memiliki aturan tegas terkait keseimbangan air melalui konsep zero delta Q, yaitu pembangunan baru tidak boleh menambah debit limpasan air ke permukaan. Namun, implementasinya di lapangan masih lemah. Banyak pengembang tidak benar-benar membuat fasilitas resapan seperti sumur resapan atau biopori.

Solusi Efektif untuk Peresapan Air

Edy mengusulkan penggunaan teknologi pipa resapan horizontal sebagai solusi efektif untuk meningkatkan peresapan air ke dalam tanah. Teknologi ini dinilai lebih efisien dibanding sumur resapan konvensional, terutama di kawasan dengan muka air tanah dangkal.

“Pipa resapan horizontal ini sudah kami uji dan hasilnya sangat baik. Biayanya murah, perawatannya mudah, dan bisa menjadi solusi jangka menengah maupun panjang,” ujarnya.

Selain itu, proyek tanggul laut Semarang-Demak juga menjadi bagian penting dalam pengendalian banjir, terutama untuk menahan rob. Namun, proyek ini harus diimbangi dengan perencanaan peresapan air yang baik agar tidak menimbulkan masalah kekurangan air tanah.

Pentingnya Pengawasan Pompa

Setelah pembangunan tanggul laut rampung, Edy menekankan bahwa sistem pompa yang menjadi kunci utama pengendalian air harus dijaga dengan baik. Pengawasan terhadap pompa harus ketat agar tidak rusak dan hanya diperbaiki setelah banjir datang.

“Jika begitu, kita akan terus mengulang persoalan yang sama,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *