Anggota DPR: Foto Pelari Tanpa Izin Bisa Langgar Privasi

Peran Fotografer Jalanan dan Isu Privasi di Ruang Publik

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menyoroti tindakan fotografer yang memotret pelari tanpa izin dan menjual foto tersebut untuk keuntungan ekonomi. Menurutnya, tindakan ini tidak dapat dibenarkan karena melibatkan hak privasi seseorang.

“Ketika wajah seseorang menjadi objek yang dapat dikenali dan dikaitkan dengan identitasnya, maka potensi pelanggaran terhadap hak privasi sangat nyata,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya.

Dave menegaskan bahwa pemotretan tanpa izin bersinggungan dengan dua aspek penting, yaitu etika sosial dan perlindungan hak pribadi. Dari sudut pandang etika, tindakan memotret seseorang bisa membuat orang merasa tidak nyaman.

Hal ini bisa berujung pada rasa tidak nyaman atau bahkan eksploitasi, terlebih jika foto tersebut digunakan untuk kepentingan komersial atau disebarluaskan tanpa kendali.

Dari segi hukum, Dave mengakui bahwa Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang melarang kegiatan fotografi jalanan. Namun, ia menekankan bahwa pemerintah dan DPR telah mengakui perlindungan data pribadi dalam berbagai produk hukum, seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

Komisi I yang membidangi informasi dan digital meminta pemerintah daerah menggelar dialog dengan komunitas fotografi. Tujuan dari dialog ini adalah membentuk pedoman etika fotografi jalanan agar batasan menjadi jelas.

Di samping itu, pihaknya juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan literasi digital dan etika visual kepada masyarakat sebagai bagian dari upaya menjaga literasi ruang publik bersama-sama.

“Kami percaya bahwa seni dan kebebasan berekspresi harus berjalan beriringan dengan penghormatan terhadap hak individu,” kata Dave.

Fenomena Fotografer Jalanan dan Keresahan di Media Sosial

Fotografer jalanan menjadi fenomena umum di kota-kota besar. Mereka sering membidik pelari yang lewat, dan pelari bisa mencari hasil fotonya melalui internet serta menebusnya dengan uang bila berminat. Namun, banyak warganet di media sosial merasa resah dengan tindakan fotografer yang memotret pelari tanpa izin di ruang publik.

Mereka semakin keberatan karena foto-foto tersebut kemudian dijual di situs FotoYu. Hal ini menyebabkan wajah dan tubuh mereka diperjualbelikan tanpa izin. Selain itu, mereka juga khawatir dengan teknologi pengenalan wajah yang terdapat pada situs tersebut.

Beberapa isu yang muncul antara lain:

  • Pelanggaran Hak Privasi: Foto yang diambil tanpa izin bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak individu.
  • Eksploitasi Komersial: Penggunaan foto untuk tujuan komersial tanpa persetujuan subjek foto.
  • Kekhawatiran Teknologi: Penggunaan teknologi pengenalan wajah yang bisa membuka akses data pribadi.

Upaya yang Dilakukan untuk Menjaga Keseimbangan

Untuk menjaga keseimbangan antara seni dan kebebasan berekspresi dengan hak individu, beberapa langkah perlu dilakukan. Salah satunya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang etika visual dan digital. Pemerintah dan lembaga terkait perlu bekerja sama dengan komunitas fotografi untuk menciptakan pedoman etika yang jelas.

Selain itu, edukasi tentang perlindungan data pribadi harus lebih masif dilakukan. Masyarakat perlu memahami risiko dan konsekuensi dari tindakan memotret tanpa izin, terutama di ruang publik. Dengan demikian, semua pihak bisa saling menghargai dan menjaga kepentingan bersama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *