Aturan yang Tidak Tertulis di IGD/UGD
JAKARTA – IGD atau UGD, singkatannya adalah ruangan khusus di rumah sakit, klinik, atau puskesmas yang menangani kasus-kasus darurat. Ruangan ini menjadi garda depan dalam pelayanan kesehatan, terutama untuk kondisi yang membutuhkan penanganan segera seperti sesak napas, kejang, kecelakaan, henti jantung, dan lainnya.
Meski begitu, ada beberapa aturan yang tidak tertulis tetapi sangat penting untuk diketahui oleh pasien maupun keluarga pengantar.
Pelayanan Berdasarkan Tingkat Kegawatan, Bukan Antrean
Ketika Anda ingin memeriksakan keluarga dengan gejala demam selama satu hari, namun melihat pasien lain dengan sesak napas langsung diberi perawatan, bukan berarti antrean Anda diserobot.
Di IGD, pelayanan dilakukan berdasarkan tingkat kegawatan setelah melalui proses triase. Petugas triase akan menentukan apakah kondisi pasien termasuk dalam kategori gawat darurat, darurat, atau tidak darurat.
Prioritas utama di IGD adalah pasien dengan tingkat kegawatan paling tinggi, yaitu yang mengancam nyawa. Jika Anda merasa gelisah karena belum dilayani, mungkin saja di dalam ruangan sedang terjadi situasi darurat seperti CPR atau pencarian vena pada bayi yang dehidrasi.
Oleh karena itu, bersabarlah dan percayalah bahwa petugas medis sedang bekerja dengan sebaik-baiknya.
Penggunaan Kamera di Ruangan IGD Dibatasi
Banyak orang menemukan video yang menggambarkan suasana IGD, baik untuk merekam momen atau bahkan untuk menjatuhkan nama baik fasilitas kesehatan. Namun, di lingkungan rumah sakit, termasuk IGD, pengambilan gambar, video, atau suara dilarang.
Hal ini diatur dalam UU Rumah Sakit No 44 Tahun 2009, Pasal 29, 32 huruf i, 38 ayat (1), dan 44 ayat (1). Aturan ini menekankan perlindungan hak pasien serta kewajiban rumah sakit untuk menjaga privasi dan menyusun peraturan internal.
Selain itu, UU ITE No. 11 Tahun 2008 dan Perubahannya (UU No. 19 Tahun 2016) Pasal 27 juga melarang distribusi konten yang melanggar privasi atau merugikan pihak lain. Jadi, gunakan gawai dengan bijak dan hargai privasi semua orang yang ada di IGD, termasuk tenaga medis dan pasien.
Tangis dan Darah adalah Hal Biasa
Mungkin Anda akan terkejut melihat pasien dengan luka parah atau anak kecil menangis keras karena takut jarum infus. Namun, hal ini adalah hal yang biasa di IGD. Tangisan anak kecil atau pasien yang terluka sudah menjadi rutinitas di ruang gawat darurat.
Tenaga medis, seperti dokter, perawat, dan bidan, sudah cukup berpengalaman dalam menghadapi situasi seperti ini. Mereka bisa dengan tenang melakukan tindakan seperti menjahit luka terbuka atau mencari arteri yang pecah. Jika Anda merasa tidak kuat dengan suasana kedaruratan, lebih baik duduk di ruang tunggu.
IGD Buka 24 Jam
Kasus darurat tidak mengenal waktu. Misalnya, seseorang bisa mengalami sesak napas di jam 3 pagi, dan satu-satunya tempat layanan medis yang masih buka adalah IGD. Jadi, jika terjadi insiden di tengah malam, jangan ragu untuk segera ke IGD.
Rawan Konflik
IGD juga sering menjadi tempat rawan konflik, terutama ketika ada pasien yang datang dengan kondisi kecelakaan atau meminta didahulukan meskipun ada pasien yang lebih gawat. Dokter dan perawat akan berusaha memberikan yang terbaik, tetapi terkadang pasien menolak saran dari tenaga medis.
Konflik antara tenaga medis dan masyarakat bisa terjadi, terutama saat pandemi Covid-19. Banyak orang merasa pasien di-covidkan demi keuntungan rumah sakit, padahal rumah sakit juga kesulitan mencari oksigen yang sempat langka.
Oleh karena itu, penting untuk saling menghormati di IGD tanpa membawa latar belakang tertentu seperti kenalan atau status sosial. Itu dia beberapa hal yang tidak tertulis di IGD/UGD. Semoga informasi ini bermanfaat bagi Anda. Jika memiliki pengalaman terkait ruang IGD, silakan tinggalkan komentar.