Energi Baru dari Limbah Sapi di Jakarta Selatan
Di balik sebuah gerbang rumah warga di Jalan Cikoko Barat Dalam III, Pancoran, Jakarta Selatan, terdapat kandang sapi yang menjadi sumber energi baru bagi masyarakat sekitar. Kandang sederhana itu menampung 35 ekor sapi yang berasal dari Kebumen, Boyolali, dan Kediri. Setiap hari, pekerja terlihat sibuk memandikan, memberi makan, serta membersihkan kotoran hewan tersebut.
Namun, apa yang tampaknya hanya limbah ini justru menjadi sumber energi terbarukan. Proses fermentasi alami dari kotoran sapi menghasilkan gas yang kini digunakan sebagai bahan bakar kompor oleh warga sekitar. Burhan (44), pemilik kandang, menjelaskan bahwa kotoran sapi dialirkan melalui saluran ke dalam dua tungku biodigester berwarna biru bergambar sapi yang berada tidak jauh dari kandangnya.
“Prosesnya dimulai dari biodigester. Setelah sapinya mandi, kotorannya masuk ke saluran dan kemudian masuk ke biodigester,” jelas Burhan. “Fermentasinya terjadi secara otomatis, sehingga menghasilkan gas.”
Gas hasil olahan ini disalurkan ke kompor-kompor warga. Tidak hanya untuk kebutuhan pribadi, tetapi juga digunakan oleh sekitar 20 rumah di lingkungan sekitar. Sejak menggunakan biogas, masyarakat tidak lagi bergantung pada LPG. “Sangat membantu, karena mereka tidak perlu membeli gas LPG lagi,” ujar Burhan.
Setiap tungku biodigester memiliki kapasitas hingga 16 kubik. Dari instalasi ini, terdapat 27 tungku kompor yang berfungsi. Meski begitu, ada beberapa kendala yang dihadapi. Beberapa warga sering kali mengalami sumbatan pada kompor akibat kurangnya pengetahuan tentang cara membersihkannya. “Dua minggu sekali harus rutin dibersihkan,” kata Burhan.
Perawatan biodigester menjadi tantangan tersendiri bagi Burhan. Setiap hari sebelum bekerja, ia harus memeriksa saluran masuk biodigester agar tidak tersumbat limbah padat. “Perawatannya agak ribet, jadi kita harus kontrol dari inletnya terlebih dahulu,” ujarnya.
Pembuatan biodigester ini tidak sepenuhnya ditanggung oleh Burhan. Ia mengaku mendapatkan bantuan pendanaan dari Baznas dengan dukungan pemerintah. Namun, untuk perawatan sehari-hari, ia harus menanggung sendiri. “Perawatannya sekarang ya dari duit pribadi,” tambahnya.
Ke depan, Burhan berencana mengembangkan inovasi lebih jauh. Ia berharap bisa memanfaatkan biogas tidak hanya untuk kompor, tetapi juga sebagai sumber listrik melalui genset. “Rencananya mau beli genset agar bisa mengubah listrik. Karena saat ini listrik masih dari PLN, dan biayanya lumayan besar,” jelasnya.
Kini, dapur-dapur di Cikoko tetap mengepul dengan api biru dari biogas. Energi yang dulunya hanya berupa limbah, kini menjelma menjadi solusi hemat dan ramah lingkungan. Inovasi ini membuka jalan menuju kemandirian energi di tengah permukiman kota.