Perjalanan Akademik dan Kepedulian terhadap Energi Berkelanjutan
BANDUNG – Di bawah langit Bandung yang sejuk, deretan toga hitam berbaris rapi di Aula Barat Institut Teknologi Bandung. Di antara mereka, Bangun Sugito berdiri tegak dengan senyum lega.
Lulusan Program Magister Teknik Kimia ITB ini baru saja menyelesaikan salah satu perjalanan akademik paling berharga dalam hidupnya — sebuah langkah kecil namun bermakna bagi masa depan energi Indonesia.
“Saya dari PLN Indonesia Power,” ujar Bangun dengan mata berbinar. “Bersyukur diberi kesempatan melanjutkan studi S2 di Teknik Kimia ITB, dengan topik tesis Teknoekonomi Penerapan Kabut Capture di Pembangkit Batu Bara Subkritikal. Bimbingannya langsung dari Prof. Sanggono Adisasmito. Ini pengalaman yang luar biasa.”
Bangun, yang menempuh pendidikan S1 di Teknik Kimia Universitas Rewijaya Palem, kini menjadi bagian dari generasi baru insinyur PLN yang disiapkan untuk menghadapi tantangan besar: transisi energi menuju kedaulatan dan keberlanjutan nasional.
Dari Kampus ke Pembangkit: Ilmu untuk Negeri
Perjalanan Bangun menuju ITB berawal dari program beasiswa PLN, bagian dari roadmap perusahaan dalam menyiapkan sumber daya manusia unggul di era transisi energi. Melalui serangkaian seleksi ketat, ia akhirnya terpilih menjadi salah satu peserta yang disekolahkan ke Magister Teknik Kimia ITB.
“Kuliah di ITB itu tidak mudah,” katanya sambil tersenyum. “Tapi di sinilah saya belajar banyak — bukan hanya tentang teknologi energi, tapi juga tentang bagaimana membangun jejaring dengan para akademisi hebat yang punya semangat besar untuk negeri.”
Kini, setelah lulus, Bangun kembali ke unit kerjanya di PLTU Lontar, Kampung Paten, Tangerang — salah satu pembangkit listrik tenaga uap batu bara yang menyuplai listrik untuk Ibu Kota. Di tempat itulah teori, riset, dan pengalaman akademiknya akan diuji oleh realitas industri.
“PLTU Lontar adalah salah satu tulang punggung sistem kelistrikan Jawa–Bali,” tuturnya. “Harapannya, hasil penelitian tentang kabut capture bisa diimplementasikan untuk membantu menurunkan emisi dari proses pembakaran batu bara. Ini langkah kecil menuju pembangkit yang lebih bersih.”
Teknologi kabut capture yang ditelitinya bekerja dengan menangkap partikel halus dan gas hasil pembakaran melalui sistem pendinginan kabut air. Dengan efisiensi biaya dan kemudahan integrasi, teknologi ini dinilai cocok diterapkan di pembangkit-pembangkit subkritikal seperti PLTU Lontar.
Energi Berdaulat, Bangsa Kuat
Bagi Bangun, transisi energi bukan hanya soal mengganti batu bara dengan energi baru terbarukan, tapi juga tentang membangun kedaulatan energi — agar Indonesia tidak bergantung pada sumber energi impor, dan setiap inovasi lahir dari tangan-tangan anak bangsa.
“PLN sedang bergerak ke arah transisi energi. Kami sudah punya roadmap jangka panjang menuju Net Zero Emission 2060,” jelasnya. “Harapannya, ilmu dari kampus ini bisa kami gunakan untuk mempercepat pencapaian target itu.”
Langkah PLN memang tak kecil. Di bawah komando pemerintah dan dukungan akademisi, berbagai inisiatif sudah berjalan: dari co-firing biomassa dan amonia, hingga carbon capture and storage (CCS), serta gasifikasi batu bara menjadi hidrogen. Semua diarahkan pada satu tujuan besar: Indonesia yang berdaulat energi, kuat, dan mandiri.
“Energi berdaulat itu bukan berarti semua harus baru dan canggih,” ujar Bangun. “Yang penting adalah kemandirian — kita bisa menghasilkan energi sendiri, dengan teknologi yang kita kuasai, untuk kepentingan rakyat sendiri.”
Jejak Kolaborasi: Akademisi dan Industri Bersatu
Di balik keberhasilan ini, ada sosok dosen pembimbing yang tak kalah berperan: Prof. Sanggono Adisasmito, MSc, PhD, salah satu pengajar senior di Teknik Kimia ITB yang banyak meneliti energi bersih dan teknologi pengolahan karbon.
“Kolaborasi antara kampus dan industri adalah kunci,” ujar Prof. Sanggono. “Bangun dan teman-teman dari PLN membawa persoalan nyata dari lapangan, sementara kami di kampus membantu menganalisis secara ilmiah dan mencari solusi yang tepat guna.”
Ia menambahkan, kerja sama PLN–ITB menjadi contoh ideal kemitraan akademik yang menghasilkan dampak nyata. “Para mahasiswa magister dari PLN bukan hanya belajar teori, tapi juga merancang inovasi yang bisa langsung diterapkan di unit pembangkit. Itulah bentuk kontribusi akademisi untuk bangsa.”
63 Insinyur untuk Indonesia
Program kerja sama PLN dan ITB ini telah meluluskan 63 magister teknik kimia dari berbagai unit PLN di seluruh Indonesia. Mereka berasal dari anak perusahaan seperti PLN Indonesia Power, PLN Nusantara Power, hingga PT PLN (Persero) sebagai induk perusahaan.
Salah satunya Andrisky Muhammad dari Unit Pembangkitan Muara Tawar, Bekasi, yang meneliti Integrasi Teknologi CCS pada PLTGU. “Harapan saya, hasil riset ini bisa diterapkan di lingkungan PLN. CCS bisa jadi solusi efektif untuk menekan emisi CO₂ dari pembangkit berbasis gas,” ujarnya.
Kemudian ada Reza Wahid Prasetyo, insinyur muda dari PLTU Tanjung Jati B, Jepara, yang meneliti Co-Firing Green Ammonia untuk menekan emisi karbon. “Amonia adalah bahan bakar masa depan. Ia tidak menghasilkan karbon saat dibakar. Kalau teknologi ini bisa diterapkan secara luas, kontribusinya terhadap penurunan emisi akan besar sekali,” katanya penuh semangat.
Sementara itu, Ulul Azmi dari Energi Prima Indonesia meneliti gasifikasi batu bara menjadi hidrogen, dan Ferry Hidrayawan dari PLN Nusantara Power meneliti CCS dan integrasi smart grid untuk efisiensi ekonomi dan energi.
Mereka semua kini kembali ke unit kerja masing-masing, membawa bekal pengetahuan baru untuk mewujudkan transformasi energi PLN.
Langkah Kecil Menuju Masa Depan Besar
Indonesia masih menghadapi perjalanan panjang menuju net zero emission pada 2060. Namun langkah-langkah kecil dari insan seperti Bangun Sugito dan rekan-rekannya menjadi pondasi penting menuju masa depan yang lebih hijau.
“Kami bukan hanya ingin jadi operator pembangkit,” kata Bangun. “Kami ingin jadi bagian dari solusi — agar anak cucu kita bisa hidup di bumi yang lebih bersih, dengan energi yang kita hasilkan sendiri.”
Ia menatap ke depan, ke arah masa depan di mana setiap tetes keringat insinyur Indonesia menjadi bagian dari kekuatan bangsa. Baginya, kedaulatan energi adalah kedaulatan masa depan. Dan pendidikan, riset, serta kolaborasi adalah jalannya.
“Kalau energi kita berdaulat,” ujarnya tegas, “Indonesia pasti kuat.”












