Evan, Pemuda Gresik yang Sukses di Tesla, Dari Anak Nakal Jadi Inspirasi

Perjalanan Evan Haydar: Dari Anak Nakal Hingga Profesional di Tesla

GRESIK – Evan Haydar, pria asal Gresik, Jawa Timur, kini bekerja sebagai profesional di divisi Human Resources (HR) di Tesla, perusahaan teknologi dan otomotif ternama asal Amerika Serikat.

Meski kisahnya tidak dimulai dengan nilai sempurna di rapor atau ranking tinggi di kelas, ia menunjukkan bahwa kegagalan bisa menjadi batu loncatan menuju kesuksesan.

Bukan anak berprestasi, Evan mengakui bahwa masa sekolahnya tidak diwarnai dengan prestasi akademik. Ia sering mendapat label sebagai anak “nakal” dan tidak terlalu cocok dengan sistem sekolah.

Hal ini membuatnya pesimis akan masa depan, terutama karena nilai akademiknya yang rendah membuatnya khawatir tidak bisa masuk universitas negeri favorit di Indonesia.

Keputusan untuk Kuliah di Luar Negeri

Keputusan Evan untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri menjadi titik balik besar dalam hidupnya. Setelah lulus SMA, ia memutuskan untuk mengikuti kursus intensif bahasa Jerman di Surabaya sebelum melanjutkan studi ke Jerman.

Orang tua Evan sangat mendukung keputusannya tersebut, meskipun keluarganya tidak berasal dari latar ekonomi yang stabil. Ayahnya rela mengambil pinjaman untuk membiayai keberangkatan Evan ke Jerman.

Di negara yang sama sekali baru, Evan memulai segalanya dari nol. Ia menempuh studi di jurusan International Business di Hochschule für Technik und Wirtschaft Berlin (HTW) Berlin sambil bekerja paruh waktu untuk membiayai kehidupannya.

Pengalaman Kerja Paruh Waktu

Selama kuliah, Evan bekerja serabutan, mulai dari kerja pabrik, jaga toko, kerja di restoran hingga menjadi kasir. Semua pekerjaan itu menjadi pelajaran berharga baginya. Ia belajar tentang kedisiplinan, tanggung jawab, dan pentingnya beradaptasi di lingkungan multikultural.

“Semua hal kecil itu tanpa sadar jadi bekal aku buat masuk Tesla,” ujarnya. Kini, ia bekerja sebagai profesional di divisi HR di Tesla, perusahaan yang dikenal inovatif dan cepat dalam mengembangkan teknologi masa depan.

Di lingkungan kerja yang sangat kompetitif dan multikultural, Evan tetap berpegang pada prinsip yang sama. Ia percaya, etika dan karakter kuat adalah modal utama untuk bertahan dan tumbuh.

Nilai-Nilai Keluarga yang Menguatkan

Bagi Evan, pencapaiannya bukan hasil instan, tetapi buah dari proses panjang dan nilai-nilai hidup yang ditanamkan sejak kecil. Ia mengaku, peran orangtua memiliki arti besar dalam membentuk karakter dan mentalnya.

Dari kecil, orangtuanya tidak pernah menuntutnya untuk menjadi anak paling pintar di sekolah. Namun, mereka selalu mengajarkan etika, karakter, dan mindset untuk menghadapi dunia. Ayahnya, kata Evan, selalu menanamkan nilai kerja keras dan pantang menyerah.

“Beliau bilang, meskipun kita berasal dari bawah, kita bisa berkembang asal mau berusaha. Itu yang selalu aku pegang,” tutur Evan.

Pentingnya Doa dan Nilai Spiritual

Dukungan dan doa orangtua menjadi kekuatan yang tidak tergantikan. Setiap langkah yang Evan ambil di luar negeri selalu ada doa orang tua di belakangnya. Selain peran keluarga, nilai spiritual juga menjadi pegangan utama dalam perjalanan hidup Evan.

Ia percaya bahwa keberhasilan bukan semata hasil kerja keras, tapi juga campur tangan Tuhan. “Tanpa Tuhan, kita nggak akan bisa. Kita bisa merencanakan, tapi Tuhan yang menentukan,” ucapnya tegas.

Evan juga menekankan pentingnya sikap rendah hati, rasa syukur, dan kemauan untuk terus belajar. Nilai-nilai itu ia bawa hingga ke dunia kerja, termasuk saat menghadapi tantangan di Tesla. Salah satu nilai yang paling ia pegang dari rumah adalah kemauan untuk selalu belajar dan memperbaiki diri.

“Dari situ aku tahu bahwa kita bisa terus berkembang,” katanya. Kini, Evan berharap kisahnya bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda Indonesia untuk berani bermimpi dan berjuang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *