Kasus Penganiayaan Terhadap Dokter di RSUD BDH Surabaya Menggemparkan Publik
SURABAYA Kasus penganiayaan terhadap seorang dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bhakti Dharma Husada (BDH) Surabaya kembali mengguncang masyarakat. dr. Faradina Sulistiyani, seorang tenaga medis yang bertugas di rumah sakit tersebut, menjadi korban kekerasan yang menyebabkan luka serius.
Kejadian ini memicu reaksi keras dari berbagai organisasi profesi kedokteran, termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang mengecam tindakan tersebut secara tegas.
Penolakan Keras terhadap Kekerasan terhadap Tenaga Medis
Anggota Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) Pengurus Besar IDI, Agus Ariyanto, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentolerir segala bentuk kekerasan terhadap dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
Ia menyatakan bahwa tindakan kekerasan bukan hanya melukai fisik korban, tetapi juga meninggalkan trauma yang dapat mengganggu aktivitas pelayanan kesehatan.
“Kekerasan adalah perbuatan melawan hukum. Kami mendesak agar kasus ini diselesaikan melalui jalur hukum demi keadilan,” ujar Agus. Ia juga mengimbau kepada masyarakat, khususnya pasien dan keluarga, untuk menyelesaikan setiap masalah dengan mekanisme yang sudah ada.
Tindakan Kekerasan sebagai Serangan terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Ahli Hukum Kesehatan dan Kedokteran Indonesia (PERDAHUKKI), Rudy Sapoelete, menilai penganiayaan terhadap dokter sebagai bentuk kekerasan serius yang melukai martabat profesi kedokteran.
Menurutnya, tindakan tersebut bukan hanya menargetkan individu, tetapi juga menyerang sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
Rudy menekankan bahwa perlindungan hukum bagi tenaga medis telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan No. 17 Tahun 2023. Ia menilai penegakan hukum harus dilakukan secara adil agar bisa memberikan efek jera dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan.
Sikap Resmi IDI Jatim
Di sisi lain, Anggota Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI Wilayah Jawa Timur, Dedi Ismiranto, menyampaikan tujuh poin sikap resmi IDI Jatim.
Salah satu poin utamanya adalah mengecam premanisme yang berupa penganiayaan terhadap tenaga medis. Selain itu, IDI Jatim juga menyayangkan insiden yang mencederai norma kemanusiaan dan mendorong penegakan hukum tegas terhadap pelaku.
“IDI Jatim mendukung upaya pemulihan fisik maupun psikologis dr. Faradina, serta meminta peningkatan perlindungan hukum dan keamanan bagi tenaga kesehatan di seluruh fasilitas pelayanan,” tegas Dedi.
Dukungan dari Organisasi Profesi Lain
Anggota Bidang Advokat dan Hukum Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (PABI) Surabaya Raya, Julie Kun Widjajanto, turut menyatakan dukungan terhadap perlindungan hukum bagi dokter bedah. Ia memastikan PABI akan mengawal proses hukum hingga persidangan terhadap pelaku penganiayaan.
“PABI akan terus mengawal permasalahan hukum di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dari terdakwa/tersangka N yang menganiaya/tindakan kekerasan terhadap dr. Faradina untuk mendapat keadilan yang benar,” tegas dia.
Respons dari Pihak Rumah Sakit dan Pemerintah Kota
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur RSUD BDH Surabaya, Arif Setiawan, menyampaikan bahwa Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memberikan atensi penuh terhadap kasus ini. Ia menegaskan bahwa Pemkot Surabaya akan mendampingi sepenuhnya perkara ini.
“Kami meminta majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) memberi perhatian serius serta menjatuhkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Arif. Ia menekankan bahwa keadilan harus diberikan kepada dr. Faradina, yang merupakan pelayan masyarakat dan harus dijamin keselamatannya.
Detail Kasus Penganiayaan
Saat ini, kasus penganiayaan tersebut sedang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan terdakwa berinisial N. Peristiwa tersebut bermula saat terdakwa merasa kecewa dan marah atas hasil operasi yang pernah dilakukan oleh dr. Faradina.
Menurut N, bekas luka operasi tersebut sering terasa nyeri, pedih, dan tampak cekung. Keluhan ini dianggap tidak ditanggapi dengan baik oleh pihak rumah sakit, sehingga memicu emosi terdakwa hingga akhirnya merencanakan aksi kekerasan.
N kemudian mengambil bongkahan gragal bekas bangunan di samping rumahnya, membungkusnya dengan kertas, lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik kresek hitam dan dimasukkan ke dalam tas.
Ia lalu mendatangi Poli Bedah Umum RS BDH. Saat melihat dr. Faradina sedang duduk menghadap komputer, terdakwa langsung memukulkan gragal tersebut ke kepala bagian belakang korban sebanyak dua kali, lalu dua kali ke punggung.
Akibat serangan tersebut, dr. Faradina mengalami luka robek di kepala bagian belakang kanan dan kiri, serta memar di punggung.