Wisata  

Jelajah Pelabuhan 2025: Menikmati Sate Blengong Rasa Asli

Sate Blengong, Rasa Autentik yang Menggugah Selera

BREBES – Di tengah dominasi makanan viral yang sering menjadi sorotan di media sosial, Kota Brebes tetap mempertahankan jati diri daerahnya melalui cita rasa yang autentik.

Salah satu makanan khas yang menjadi daya tarik utama adalah sate blengong. Dengan rasa gurih dan perpaduan bumbu kacang, kecap manis, serta sambal, sate ini menjadi salah satu hidangan yang disukai oleh wisatawan domestik.

Sate blengong terbuat dari daging bebek dan entog yang digabungkan menjadi satu, sehingga menghasilkan tekstur yang kenyal dan lembut. Perpaduan unik ini memberikan sensasi rasa yang berbeda dibandingkan dengan sate ayam atau kambing biasa.

Bumbu kacang yang manis dan pedas dari sambal menciptakan keseimbangan rasa yang menarik bagi para penikmatnya.

Salah satu tempat yang menyajikan sate blengong adalah warung makan Sate Blengong Ghina–Lupi, yang terletak di Jalan Raya Kersana, Brebes. Warung ini dipimpin oleh Mul (48), seorang ibu rumah tangga yang juga pemilik usaha.

Nama Ghina dan Lupi diambil dari dua anaknya yang turut membantu dalam menjalankan bisnis ini. Nama tersebut juga menjadi alasan Mul mendirikan warung makan ini lebih dari 25 tahun lalu.

Menurut Mul, sate blengong sudah lama menjadi makanan khas Brebes. Bahkan, banyak pelanggan dari luar Jawa Tengah seperti Cirebon dan Indramayu sering kali datang ke warungnya hanya untuk merasakan sensasi gurih dan bumbu khas dari sate ini. Tak hanya itu, beberapa pelanggan juga membelinya sebagai oleh-oleh.

Sate blengong disajikan dengan cara dibakar terlebih dahulu, sehingga menghasilkan aroma yang khas dan tekstur daging yang lembut. Di samping itu, sate ini juga dilengkapi dengan potongan bawang merah dan tomat yang menambah kesegaran dan rasa.

Selain itu, bumbu kacang yang digunakan tidak terlalu kental, sehingga tidak membuat rasa manis dan pedas saling mendominasi. Hal ini membuat sate blengong tetap enak dinikmati meskipun disantap secara langsung tanpa tambahan lain.

Namun, selama 25 tahun berdagang, Mul mengakui adanya pasang surut dalam bisnisnya. Pada masa sebelum pandemi, penjualan harian bisa mencapai hingga 15 ekor blengong, dengan omzet sekitar Rp5 juta per hari.

Namun, setelah pandemi melanda pada 2020, penjualan menurun drastis. Saat ini, dia hanya mampu menjual 3–4 ekor blengong per hari, dengan omzet sekitar Rp2,7 juta per hari.

“Ekonomi sedang lesu, jadi susah,” ujarnya. Meski begitu, Mul tetap bertahan dalam menjalankan usahanya, karena ia ingin tetap bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.

Pada 2023, sate blengong resmi diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Hal ini menjadi semangat bagi Mul untuk terus berjuang dan berharap bahwa usahanya akan kembali bangkit dan diminati oleh banyak orang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *