Kematian Balita Sukabumi: Kritik atas Layanan Kesehatan Terpencil

Kematian Balita di Sukabumi Jadi Peringatan Serius atas Kekurangan Sistem Kesehatan

SUKABUMI – Kasus kematian balita berusia 4 tahun, Raya, dari Sukabumi menjadi perhatian serius dari berbagai pihak terkait. Bocah tersebut meninggal setelah mengalami infeksi cacing sekaligus tuberkulosis (TBC).

Kejadian ini tidak hanya mengejutkan masyarakat, tetapi juga menjadi alarm bagi sistem kesehatan yang dinilai masih memiliki celah-celah besar.

Stop TB Partnership Indonesia (STPI) menyampaikan rasa prihatin mendalam atas kejadian ini. Menurut mereka, kasus Raya menunjukkan bahwa penanganan TBC tidak cukup hanya dengan pemberian obat.

Diperlukan pendampingan menyeluruh yang mencakup aspek medis, sosial, gizi, dan administrasi. Hal ini menjadi salah satu faktor penting dalam memastikan kesembuhan pasien, terutama anak-anak.

Direktur Eksekutif STPI, dr. Henry Diatmo, menegaskan bahwa kasus ini adalah peringatan keras bagi semua pihak. “Kami sangat menyayangkan tragedi ini. Kasus ini adalah alarm keras bahwa pasien TBC, terlebih anak-anak, memerlukan perhatian khusus,” ujarnya.

Menurut Henry, anak dengan TBC tidak hanya membutuhkan obat, tetapi juga gizi yang cukup, akses identitas dan jaminan kesehatan, serta lingkungan yang mendukung proses penyembuhan.

Tanpa pendampingan komprehensif, risiko gagal sembuh atau bahkan kehilangan nyawa akan tetap tinggi. Dia menilai kasus di Sukabumi mencerminkan kegagalan sistemik dalam memastikan layanan kesehatan dasar, pendampingan pasien, serta edukasi gizi dan sanitasi kepada masyarakat.

Sebagai langkah perbaikan, Henry mendorong pemerintah pusat, daerah, dan seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan layanan kesehatan tanpa hambatan administrasi.

Anggota Komisi IX DPR RI dari Daerah Pemilihan Sukabumi, Zainul Munasichin, menyebut peristiwa yang dialami Raya sebagai tamparan keras sekaligus peringatan serius terhadap kondisi kesehatan masyarakat di wilayah pelosok.

“Ini bukan sekadar tragedi, tapi cermin masih lemahnya akses kesehatan di pedesaan, di daerah-daerah terpencil. Kita semua, terutama pemerintah, harus lebih peka dan agresif dalam menjangkau seluruh lapisan masyarakat,” katanya.

Zainul mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan pemetaan dan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh. Dia menekankan pentingnya pendekatan jemput bola dalam upaya preventif dan kuratif. Dengan demikian, masalah kesehatan bisa ditemukan lebih dini dan ditangani sebelum memburuk.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menyebut kematian balita Raya di Sukabumi akibat infeksi cacing gelang sebagai alarm nasional. Dia menegaskan pemerintah pusat segera melakukan langkah serius agar kejadian serupa tidak kembali terulang.

“Kasus ini menjadi alarm nasional yang mengingatkan kita semua bersama-sama mencegah agar kejadian serupa tidak terulang,” kata Pratikno saat ditemui Jumat 22 Agustus 2025.

Menurut Pratikno, permasalahan yang muncul di lapangan bukan hanya terkait kesehatan anak, tetapi juga kondisi lingkungan. Rumah korban tidak memiliki jamban, sanitasi tidak layak, MCK tidak memadai, bahkan ada anggota keluarga yang menderita penyakit kronis.

Karena itu, intervensi yang dilakukan pemerintah harus menyeluruh, mulai dari layanan kesehatan, perbaikan rumah, hingga sanitasi dasar. Dalam rapat koordinasi, disepakati sejumlah perbaikan.

Salah satunya adalah peningkatan pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas dan Posyandu. Misalnya, obat cacing harus dipastikan benar-benar diminum oleh anak, bukan hanya diberikan untuk dibawa pulang.

Puskesmas juga tidak boleh sekadar menerbitkan surat rujukan. “Harus memastikan pasien benar-benar sampai ke rumah sakit,” ujarnya.

Pratikno menambahkan, pemerintah juga akan memastikan seluruh warga miskin terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI). Program ini dikawal Kementerian Sosial lewat DTSEN.

Jika ada yang belum tercover, kepesertaannya bisa ditopang melalui dana desa maupun alokasi dari pemerintah daerah. “Sudah ada Permendes bahwa dana desa bisa digunakan untuk membiayai JKN,” katanya.

Selain itu, perbaikan lingkungan rumah tangga akan didorong lewat program perumahan dan sanitasi dari Kementerian PU. “Program pemerintah sebenarnya sudah lengkap. Kunci saat ini adalah bagaimana petugas di lapangan lebih aktif melakukan pendataan dan pencegahan,” kata Pratikno.

Dia menegaskan, peristiwa di Sukabumi menjadi evaluasi nasional untuk memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan dasar. SOP nasional juga akan diperketat agar pencegahan bisa dilakukan lebih dini dan kejadian serupa tidak lagi menimpa anak-anak Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *