Kenaikan PBB Menghebohkan Daerah, Menteri Dalam Negeri Terbatas Kuasanya

Masalah Kenaikan PBB-P2 yang Menimbulkan Protes Masyarakat

JAKARTA – Peningkatan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) di beberapa daerah telah menjadi isu yang memicu kontroversi. Situasi ini tidak hanya menjadi perhatian masyarakat, tetapi juga pemerintah pusat karena adanya ketidakpuasan yang cukup besar.

Salah satu contoh yang terjadi adalah di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Warga setempat menolak kenaikan pajak tersebut secara keras. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat.

Dalam situasi seperti ini, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengungkapkan bahwa kewenangannya memiliki batasan tertentu.

Menurut Tito, kebijakan terkait pajak daerah seperti PBB-P2 diatur oleh Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), serta Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang pajak dan retribusi daerah.

Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa dirinya tidak bisa langsung membatalkan kebijakan tersebut tanpa dasar hukum yang jelas.

Kemampuan Menteri Dalam Negeri untuk Turun Tangan

Meski demikian, Tito menegaskan bahwa ia tetap memiliki kemampuan untuk melakukan intervensi dalam kebijakan tersebut. Hal ini didasarkan pada Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014.

Ia menjelaskan bahwa sebagai pembina dan pengawas pemerintahan daerah, ia dapat memberikan masukan atau saran agar kebijakan yang dikeluarkan lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Tito juga menyoroti pentingnya peninjauan ulang terhadap kebijakan yang dibuat oleh kepala daerah. Ia mengimbau agar pemerintah daerah melakukan evaluasi lebih lanjut terkait kebijakan pajak yang menimbulkan protes publik.

Menurutnya, jika suatu kebijakan menyebabkan ketidakstabilan sosial atau ekonomi, maka lebih baik ditunda atau dibatalkan.

Daerah yang Melakukan Penyesuaian Pajak

Beberapa daerah lain juga telah mengambil kebijakan serupa, yaitu menaikkan tarif PBB-P2. Contohnya adalah Cirebon, Jombang, Semarang, dan Bone. Di beberapa wilayah ini, masyarakat merasa tidak puas dengan kebijakan yang diambil tanpa melibatkan partisipasi dari warga setempat.

Demo besar dilakukan oleh masyarakat di dua daerah, yaitu Pati dan Bone. Di Pati, aksi protes berujung pada upaya pemakzulan Bupati Pati, Sadewo. Sementara itu, di Bone, demo berlangsung ricuh dan menunjukkan tingkat ketidakpuasan yang sangat tinggi.

Masyarakat di kedua daerah tersebut melakukan tindakan yang sama, yaitu menggeruduk kantor bupati masing-masing. Mereka menuntut kebijakan yang lebih transparan dan melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Pentingnya Keterlibatan Masyarakat dalam Pengambilan Kebijakan

Dari berbagai kasus yang terjadi, terlihat bahwa kebijakan pajak yang tidak diiringi dengan komunikasi dan partisipasi dari masyarakat akan berpotensi menimbulkan konflik. Tito menekankan bahwa pemerintah daerah harus lebih peka terhadap dinamika yang terjadi di lapangan.

Ia menyarankan agar kebijakan yang diambil tidak hanya berdasarkan pertimbangan teknis, tetapi juga mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Jika kebijakan tersebut dinilai tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, maka lebih baik ditunda atau bahkan dibatalkan.

Kesimpulannya, pengelolaan pajak daerah seperti PBB-P2 memerlukan pendekatan yang lebih inklusif dan transparan. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, diharapkan kebijakan yang dihasilkan lebih dapat diterima dan tidak menimbulkan protes yang berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *