Kepsek SMAN 1 Cimarga Tampar Siswa, DPRD Banten Minta Sanksi untuk Perokok dan Evaluasi

Tanggapan Beragam atas Kasus Penamparan Siswa di SMAN 1 Cimarga

BANTEN – Kasus penamparan siswa oleh kepala sekolah di SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, yang terjadi akibat pelanggaran aturan merokok, kini menjadi perhatian publik.

Berbagai pihak mulai memberikan komentarnya, termasuk anggota DPRD Banten dari Fraksi PAN, Dede Rohana Putra, yang menilai pentingnya penanganan kasus ini secara adil dan seimbang.

Pemanggilan untuk Investigasi dan Penanganan Kedua Pihak

Dede Rohana Putra menekankan bahwa meskipun tindakan kekerasan tidak boleh diterima, kasus ini tetap memerlukan investigasi menyeluruh. Ia menyarankan pembentukan tim investigasi untuk mengungkap penyebab dan latar belakang tindakan kepala sekolah.

“Meski kekerasan fisik tidak bisa dibenarkan, harus ada penyelidikan agar semua pihak mendapatkan keadilan,” ujarnya.

Ia juga menilai bahwa siswa yang merokok di sekolah harus menerima sanksi agar tidak ada yang meniru. “Jika kepala sekolah diberi sanksi, maka siswa juga harus diberi sanksi. Merokok di lingkungan sekolah adalah pelanggaran yang serius,” tambahnya.

Dede memperingatkan agar pengambilan kebijakan menonaktifkan kepala sekolah dilakukan setelah hasil investigasi resmi. Ia khawatir jika tindakan diambil tergesa-gesa, bisa saja ada pihak yang dizalimi.

Kronologi Kejadian Penamparan

Peristiwa bermula saat Indra Lutfiana Putra, seorang siswa kelas XII, kedapatan merokok di lingkungan sekolah saat kegiatan Jumat Bersih. Kepala sekolah, Dini Fitria, menemukannya sedang duduk di warung dekat sekolah sambil merokok.

Indra mengaku kaget ketika bertemu dengan kepala sekolah dan langsung membuang rokoknya. Namun, ia diminta mencari lagi, yang tidak berhasil.

Akhirnya, Dini marah dan menampar pipinya serta menendang punggungnya. Ia juga mengatakan bahwa kepala sekolah mengucapkan kata-kata kasar di hadapan guru lain.

Penjelasan dari Kepala Sekolah

Menanggapi tuduhan tersebut, Dini Fitria mengakui adanya insiden fisik, namun membantah melakukan kekerasan berat. Ia menjelaskan bahwa tindakannya spontan karena emosi dan tidak meninggalkan luka.

“Saya tidak menendang, hanya menepuk dan menampar pelan. Tidak ada luka atau bekas,” jelas Dini.

Ia juga mengungkapkan bahwa siswa tersebut mencoba melarikan diri saat dipanggil. “Saya melihat asap rokok dari jarak 20 meter dan memanggilnya keras, tapi dia malah lari,” katanya.

Dini menyatakan bahwa pihak sekolah akan melakukan evaluasi cara komunikasi dengan siswa agar kejadian serupa tidak terulang. Ia menegaskan bahwa tujuan sekolah adalah membentuk karakter anak, bukan merusak.

Aksi Mogok Sekolah oleh Ratusan Siswa

Setelah kejadian itu, sebanyak 630 siswa SMAN 1 Cimarga melakukan aksi mogok sekolah sebagai bentuk solidaritas terhadap Indra. Proses belajar mengajar lumpuh total sejak Senin (13/10/2025), dan suasana sekolah tampak sepi.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Emi Sumiati, menjelaskan bahwa pihak sekolah masih berupaya agar proses pembelajaran tidak terhenti. Mereka mengirim tugas lewat grup WhatsApp dan berkomunikasi dengan orang tua agar siswa tetap belajar dari rumah.

Emi juga menegaskan bahwa kondisi siswa korban telah dipantau dan dilaporkan ke Kantor Cabang Dinas Pendidikan Lebak. Sekolah kini menunggu hasil investigasi resmi dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

Penyelesaian Kasus dengan Bijak

Pemerintah dan DPRD Banten meminta agar kasus ini diselesaikan dengan bijak. Dinas Pendidikan Banten telah menonaktifkan sementara kepala sekolah untuk penyelidikan. Namun, beberapa anggota DPRD menilai keputusan ini sebaiknya menunggu hasil investigasi lengkap.

“Jika kepala sekolah langsung dinonaktifkan sebelum ada hasil, nanti guru lain jadi takut menegakkan disiplin. Sementara siswa makin berani melanggar,” ujar Dede.

Para pemerhati pendidikan juga menyoroti pentingnya pendekatan humanis dalam dunia pendidikan. Mereka menilai disiplin harus ditegakkan, namun dengan cara yang tetap mengedepankan nilai-nilai edukatif.

Guru dan siswa diharapkan dapat membangun komunikasi yang lebih baik agar penyelesaian masalah tidak menimbulkan konflik baru.

Upaya Pemulihan dan Mediasi

Hingga kini, pihak sekolah bersama komite dan Dinas Pendidikan masih berupaya melakukan mediasi dengan siswa dan orang tua agar kegiatan belajar segera kembali normal. Pendekatan psikologis juga dilakukan untuk memastikan kondisi siswa dan guru tetap stabil.

Kasus SMAN 1 Cimarga menjadi sorotan publik karena menyinggung dua hal sensitif dalam dunia pendidikan: disiplin dan kekerasan. Pemerintah daerah menegaskan pentingnya keseimbangan antara penegakan aturan dan perlindungan hak siswa, agar dunia pendidikan tetap menjadi ruang yang aman dan mendidik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *