KPK Bantah Isu Rp 100 M Milik Jemaah Haji: Uang Itu Hasil Penyalahgunaan

Penjelasan KPK Mengenai Asal Uang Rp 100 Miliar dalam Kasus Korupsi Kuota Haji

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan penjelasan terkait asal uang sebesar Rp 100 miliar yang dikembalikan dalam kasus korupsi kuota haji 2024.

Penjelasan ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, untuk menanggapi narasi yang beredar di media. Beberapa pihak menyebut bahwa uang tersebut berasal dari jemaah dan bukan kerugian negara.

Budi menjelaskan bahwa uang yang dikembalikan tidak hanya sekadar dana jemaah, melainkan bermula dari adanya penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara.

Penyelenggara negara ini bekerja sama dengan pihak-pihak lain dalam pembagian kuota haji tambahan. Hal ini menjadi dasar dari dugaan tindakan korupsi yang sedang ditangani KPK.

Kuota Haji Tambahan dan Pelanggaran Aturan

Pemerintah Arab Saudi memberikan kuota haji tambahan kepada Pemerintah Indonesia dengan tujuan untuk memangkas lamanya antrean jemaah haji reguler.

Namun, pembagian kuota tambahan ke dalam kuota reguler dan khusus tidak sesuai dengan ketentuan perundangan. Akibatnya, jumlah kuota reguler yang dikelola Kementerian Agama menjadi berkurang dari semestinya.

Sebaliknya, kuota haji khusus yang dikelola oleh para PIHK atau biro travel meningkat secara signifikan. Dari situasi ini, muncul dugaan adanya diskresi dalam pembagian kuota haji.

Budi mengungkapkan bahwa dalam penyidikan, ditemukan fakta adanya aliran uang dari para PIHK kepada oknum di Kemenag. Aliran uang ini dilakukan dengan berbagai modus, seperti uang percepatan dan lainnya.

Tidak Ada Perlu Antre Lagi

Dengan adanya kuota haji khusus, calon jemaah bisa langsung berangkat pada tahun itu tanpa perlu mengantre. Hal ini menjadi salah satu indikasi adanya praktik tidak sehat dalam pengelolaan kuota haji. KPK menilai hal ini sebagai bentuk penyelewengan yang merugikan negara.

Penyidikan Kasus Korupsi Kuota Haji

KPK saat ini tengah menyidik dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama. Kasus ini terjadi pada masa kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Dalam perkara ini, KPK menduga ada penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa sesuai dengan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler sebesar 92 persen.

Dengan demikian, 20.000 kuota tambahan harus dibagi menjadi 18.400 untuk haji reguler dan 1.600 untuk haji khusus. Namun, dalam pelaksanaannya, aturan ini tidak dijalankan oleh Kementerian Agama. Pembagian kuota haji tambahan menjadi 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus, sehingga tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini dinilai sebagai perbuatan melawan hukum.

Kerugian Negara dan Tindakan Pencegahan

KPK menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun. Untuk kepentingan penyidikan, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri. Ketiga orang tersebut adalah:

  • Eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas
  • Eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz
  • Pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur

Dengan penjelasan ini, KPK berharap dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai asal usul dana yang dikembalikan dan dampak dari tindakan korupsi yang terjadi dalam pengelolaan kuota haji.