Kebiasaan Membawa Tas di Satu Bahu dan Dampaknya pada Tubuh
JAKARTA – Banyak dari kita pernah melakukannya—menggenggam ponsel di satu tangan sambil mengaitkan tas di bahu yang satu. Tampil santai, modis, dan praktis. Namun di balik kebiasaan ini, tubuh kita justru bekerja keras untuk menyeimbangkan beban yang tampaknya ringan: berat tas yang hanya beberapa kilogram.
Menurut Dr. Aditya Sai, seorang konsultan ortopedi bedah bahu dan kedokteran olahraga di Rumah Sakit Dr L H Hiranandani di Mumbai, kebiasaan membawa tas di satu sisi bahu bukan sekadar masalah postur.
Ia menjelaskan bahwa hal ini merupakan pelanggaran terhadap desain alami tubuh manusia yang dirancang untuk seimbang. “Ketika beban tidak dibagi secara merata, satu sisi tubuh dipaksa bekerja lebih keras daripada yang lain,” ujarnya dalam wawancara.
Beban yang tidak seimbang mungkin tidak terasa dalam waktu singkat. Namun, jika dilakukan bertahun-tahun, dampaknya bisa setara dengan cedera traumatis.
Nyeri bahu, punggung, bahkan leher dapat muncul akibat tekanan berulang pada otot-otot sekitar tulang belikat seperti trapezius dan rotator cuff. Seperti tali karet yang diregangkan tanpa henti, otot-otot tersebut kehilangan elastisitasnya dan rentan mengalami iritasi.
Kelelahan otot tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi juga bisa memicu kondisi seperti impingement bahu. Impingement bahu adalah situasi di mana jaringan di sekitar sendi terjepit, menyebabkan nyeri menusuk saat mengangkat lengan. Pada titik ini, bahu yang dulu kuat bisa terasa rapuh, seolah tubuh memberi peringatan: “Cukup sudah.”
Namun, bahaya ini tidak berhenti di bahu. Tubuh kita adalah sistem yang saling terhubung, dan sedikit ketidakseimbangan di satu bagian bisa memengaruhi seluruh struktur.
Ketika satu bahu sering menanggung beban, tulang belakang cenderung miring untuk mengompensasi. Perlahan, postur berubah—bahu turun sebelah, leher tegang, dan sakit kepala menjadi teman rutin tanpa sebab jelas.
Bagi mereka yang pernah mengalami cedera bahu atau memiliki sendi yang lemah, risiko ini semakin tinggi. Setiap kali tas dijinjing di sisi yang sama, mikrotrauma terjadi di sekitar sendi akromioklavikular.
Lama-kelamaan, gesekan kecil ini bisa mempercepat kerusakan tulang rawan dan memicu artritis bahu dini. Sebuah harga mahal untuk sekadar mencoba tampil gaya.
Tentu saja, tidak semua orang bisa langsung beralih ke tas ransel ergonomis atau mengubah kebiasaan dalam semalam. Ada alasan praktis: tas selempang terlihat lebih trendi, mudah dijangkau, dan cocok dengan outfit harian. Namun, tubuh kita tidak peduli pada tren. Ia hanya tahu kapan keseimbangannya terganggu.
Dr. Sai menyarankan langkah sederhana untuk mengurangi risiko. Pertama, pilih tas dengan tali lebar dan empuk. Kedua, simpan barang-barang dekat dengan tubuh. Ketiga, pastikan berat tas tidak melebihi 10–15 persen dari berat badan. Jika tas selempang tetap menjadi pilihan utama, usahakan berganti sisi bahu setiap beberapa jam.
Selain itu, latihan peregangan dan penguatan otot bahu bisa menjadi investasi jangka panjang. Gerakan sederhana seperti shoulder rolls atau plank variations membantu menjaga stabilitas sendi. Bukan hanya untuk mencegah nyeri, tetapi juga untuk melatih tubuh agar tetap tegak, seimbang, dan bertenaga.
Fenomena ini juga mengingatkan kita tentang cara kita memperlakukan tubuh di tengah kesibukan modern. Kita begitu terbiasa menuntut tubuh beradaptasi dengan ritme hidup cepat—tanpa memberi waktu untuk istirahat atau memperbaiki diri.
Tas di satu bahu hanyalah simbol kecil dari ketidakseimbangan yang lebih besar: antara kenyamanan sesaat dan kesehatan jangka panjang.
Mungkin, sudah saatnya kita berhenti sejenak di cermin dan memperhatikan postur sendiri. Bahu mana yang lebih sering turun? Punggung mana yang terasa lebih berat? Pertanyaan-pertanyaan kecil ini bisa menjadi titik awal menuju kesadaran tubuh yang lebih utuh.
Seperti halnya tubuh manusia yang dirancang untuk seimbang, hidup pun menuntut keseimbangan serupa. Dalam setiap langkah menuju tempat kerja, setiap tas yang kita pikul, terselip pesan sederhana: tidak semua yang terlihat ringan benar-benar tanpa beban. Kadang, keseimbangan—baik bagi bahu maupun kehidupan—adalah hal paling berharga yang perlu kita jaga.











