Ditunjuknnya sosok perempuan itu untuk mencari dan mengumpulkan wanita untuk menemani kencan para sedadu Belanda yang masih lajang.
Dengan diberinya fasilitas berupa rumah yang besar, perlahan wanita-wanita yang dikumpulkan oleh Nyai Saritem semakin bertambah.
Di kawasan lokalisasi tersebut, para pekerja seks komersial berpajang di setiap rumah dengan mengenakan kebaya khas pribumi. Sosok ini mengumpulkan wanita dari daerah Bandung dan sekitarnya seperti Cianjur, Sumedang, Garut dan Indramayu.
Rumah lokalisasi yang dikelolannya semakin terkenal, hingga tak hanya para serdadu lajang yang sering berdatangan namun hingga serdadu lanjut usia pun datang sebagai pelanggan.
Bisnis ini pun rupanya di lirik oleh teman-teman Nyai Saritem yang juga merupakan istri simpanan dari warga Belanda tertarik untuk membuka bisnis serupa. Kebanyakan di antaranya wanita-wanita bekas binaan Nyai Saritem.
Seiring maju dan berkembangnya Kota Bandung, tempat lokalisasi ini pun terus berjalan bahkan saat diambil alihnya keuasaan Belanda oleh para pejuang kemerdekaan pada tanggal 1945, hingga bisnis ini pun tidak pernah padam.
Hingga akhirnya setelah berkali-kali pemerintah kota berupaya untuk menutup tempat lokalisasi ini barulah pada 17 April 2007 semua kegiatan lokalisasi Satitem secara resmi diakhiri.